Rabu, Maret 13, 2024
BerandaKHAZANAHRestorasi Situs Pandu Indonesia

Restorasi Situs Pandu Indonesia

 JASMERAH…, akronim dari “jangan sekali-kali meninggalkan/melupakan sejarah”. Sebuah peringatan atau nasehat dari Bung Karno yang telah mentakhtakan dirinya sebagai Pemimpin Besar Revolusi/Panglima KOTI sekaligus Presiden Mandataris MPRS. Peringatan dan atau nasehat itu memang keluar dari lesan Bung Karno, tapi sayang, dia sendiri seringkali melupakan sejarah. Peristiwa-peristiwa pergerakan kelompok sosial yang dilakukan tanpa agitasi propaganda, tanpa letupan bedil dan bau mesiu, tanpa ceceran darah wong cilik _ dilihatnya sebagai peristiwa “a politic”. Oleh karena itu tidak termasuk mata rantai sejarah perjuangan bangsa, maka (boleh) dilupakan. Peringatan, petuah dan nasehat agar anak-anak bangsa ini tidak melupakan sejarah akhirnya berhenti tanpa arti, tinggal sebatas menjadi “jargon” saja.

Apa yang telah dengan sengaja dilupakan? Jawabnya tentu: “banyak”!

Salah satu contohnya adalah PANDU _ Gerakan Kepanduan (di) Indonesia, telah dinafikan eksistensinya dalam perjuangan kebangsaan menuju Indonesia yang bersatu dan berdaulat. Bahkan peran serta perjuangan PANDU untuk mengisi dan memberikan makna kemerdekaan menuju Indonesia yang adil, makmur dan berdaulat itu kemudian dihancurkan. Tidak kurang dari 71 bangunan kebangsaan (baca: perkumpulan kepanduan), dirobohkan _ dihancurkan hanya dengan menggunakan senjata pidato dan Keputusan Presiden (Keppres) No. 238 Tahun 1961.

  • KEPANDUAN INDONESIA

Awal abad XX merupakan titik masa penguatan perjuangan kebangsaan (1912) yang digalang oleh Trio Douwes Dekker – Ki Hajar Dewantoro – dan dr. Soetomo. Gerakan yang bercita-cita mempersatukan semua orang yang lahir dan menetap serta mengakui Hindie (sekarang Indonesia) sebagai tanah airnya dan anti penjajahan digelorakan ke seluruh Jawa (1913). Dalam situasi seperti ini MUHAMMADIYAH didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan (18 Nopember, 1912) sebagai organisasi “pembebasan”. Sebagai organisasi gerakan Islam yang bekerja untuk membebaskan ummat dari “rasa takut”; takut dari berbagai tekanan keamanan, sosial, ekonomi, budaya dsb. MUHAMMADIYAH dalam usahanya memerdekakan ummat: memajukan pengajaran pendidikan berdasarkan agama Islam, mengembangkan pemahaman ilmu agama dan cara-cara hidup peraturan agama yang diselaraskan dengan perkembangan zaman kemajuan (modern). Muhammadiyah banyak berhasil mendirikan poliklinik dan balai pengobatan, sekolah-sekolah diniyah dan umum, kursus-kursus dan sebagainya.

Merebaknya gerakan persatuan dan kebangsaan yang semakin meningkat, menimbulkan keresahan di kalangan keturunan Eropa, Indo (Belanda) dan para pengabdi kekuasaan kolonial. Selain khawatir atas meningkatnya tuntutan kemerdekaan, juga khawatir akan berpengaruh kuat terhadap generasi mereka yang sudah mencapai usia remaja. Hal itu akan memicu timbulnya konflik kepentingan berkepanjangan, yang tak gampang diselesaikan. Berita suasana buruk ini sampai juga ke para petinggi Kerajaan di negeri Belanda. Untuk mengimbangi keadaan itu para petinggi Kerajaan (Belanda) menyarankan agar Nederlandsche Padvinderij Vereenegings (NPV, nama kepanduan di sana) yang dibentuk tahun 1916 _ mengembangkan kegiatan itu ke tanah jajahan (Indonesia sekarang). Maka berdirilah Nederlandsch Indische Padvinders Vereeneging (NIPV), suatu perkumpulan kepanduan yang pertama (1917) di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia waktu itu). Perkumpulan Kepanduan ini di bawah pimpinan petinggi (utusan) Belanda, dan sebagian terbesar anggotanya orang-orang Belanda dan remaja Indo, sedikit sekali yang berasal dari keluarga pegawai dari orang-orang pribumi. Kegiatan-kegiatan yang nampak di permukaan berupa latihan-latihan olah raga, penguatan jasmani dan mental-rohani, dan latihan-latihan lainnya untuk menjadi warga negara yang baik.

MANGKUNEGARAN merupakan salah satu lambang pemegang kekuasaan kerajaan yang sangat kuat, memiliki sandaran magic power (Islam) dalam melancarkan perjuangan membela tanah air. Para petinggi dan prajurit Legiun mangkunegaran merasa curiga terhadap NIPV, gerakan kepanduan yang dibentuk oleh penguasa kolonial Belanda; karena orang-orang pribumi tidak mudah atau bahkan dipersulit menjadi anggota NIPV. Maka didirikanlah Javansche Padvinders Organisatie (JPO) ini menyimpan pengaruh prajurit Legiun Mangkunegaran menjadi wadah pembibitan pasukan, yang mengandung unsur-unsur kuat perjuangan menuju (Indonesia) merdeka dan berdaulat, bangsa (nation) yang bermartabat.

KH. AHMAD DAHLAN, pendiri dan pemimpin persyarikatan Muhammadiyah _ memiliki pemikiran dan pandangan jauh ke depan mengenai kebangsaan dan pembinaan generasi muda. Kyai tak pernah letih dan lelah melakukan safari tabligh ke berbagai daerah meluaskan ajaran dakwah amar ma’ruf – nahi mungkar, menuju terbentuknya rumpun bangsa yang tunduk dan patuh di jalan Agama (Islam). Kyai melihat dan menyaksikan kegiatan latihan pandu (Javansche Padvinders Organisatie, JPO) sepenuh perhatian seorang pendidik dan pejuang berkepribadian Muhammadiyah. Kyai merenungkan, menganalisa manfaat pelatihan pandu untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak dan remaja. Kyai sampai pada kesimpulan bahwa, alangkah indahnya jika Muhammadiyah menyediakan ruang latihan seperti itu.

PADVINDERS MUHAMMADIYAH adalah ruang yang dibangun oleh Kyai bersama murid-murid(nya) dan guru-guru sekolah Muhammadiyah. Setelah kegiatan dilancarkan beberapa waktu dan dievaluasi, ruang Padvinder Muhammadiyah terlalu sempit dan tidak relevan terhadap tuntutan perjuangan kebangsaan. Ruang publik itupun harus direnovasi sesuai dengan tuntutan zaman. Atas usul K.H.R. Hadjid renovasi ruang publik itu dinamakan HIZBUL WATHAN (Nopember, 1918) dari bahasa Arab yang artinya: pembela tanah air (pasukan, tentara, pengawal tanah air). Tanah air adalah sebutan lain pada “ibu pertiwi”. Dengan menggunakan nama Hizbul Wathan, gerakan Kepanduan Muhammadiyah (Padvinder Muhammadiyah) berkembang pesat dan mencapai kemajuan yang luar biasa. Mengapa?

Itulah faktor “psiche”, jiwa kejuangan itu berimpit dengan gelora jiwa remaja yang terus menerus mencari ruang kepeloporan untuk kemerdekaan individu bersama kelompok. Merdeka dari berbagai macam tekanan dan penindasan. Hizbul Wathan memang hanya sebuah nama, tapi penuh dengan “makna”. Atribute Hizbul Wathan menjadi kebanggaan (pride) pemuda dan remaja. Secara individu maupun kelompok berbangga (bersyukur) jika disebut sebagai “pembela tanah air” (HW). Ada baiknya kita hayati dua bait WATHONI MARS di bawah ini:

Pemuda Muhammadiyah anak Hizbul Wathan

Pandu berdasar Islam Qur’an Hadits untuk Wathan

……………..

Fakta sejarah menunjukkan bahwa semasa 1918 sampai dengan 1931 persyarikatan Muhammadiyah belum membangun perkumpulan (organisasi/ortom) bernama Pemuda Muhammadiyah. Perkumpulan kepemudaan tumbuh dan dibentuk di mana-mana, menggunakan nama daerah maupun kelompok seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Islamiten Bond, Pemuda Thawalib dan masih banyak lagi yang lainnya, Muhammadiyah tak terusik untuk mendirikan organisasi kepemudaan. Bisa jadi karena organisasi-organisasi kepemudaan tersebut berideologi politik, sedang Muhammadiyah tidak berpolitik. Di sisi lain masyarakat umum dan lembaga-lembaga sudah mengenal dan paham bahwa PEMUDA (nya) MUHAMMADIYAH adalah anak-anak HIZBUL WATHAN. Organisasi Pandu berdasar(azas)kan agama Islam yang bersumber al Qur’an dan al Hadits dalam melaksanakan kewajiban bela tanah air. Pergerakan pandu Hizbul Wathan sebagai wujud cinta tanah air (al Wathan).

Pasca 1920 perkumpulan-perkumpulan kepanduan tumbuh berkembang pesat sejalan dengan hasrat bersatu dalam kemajemukan bangsa yang kokoh untuk merdeka dan berdaulat. Tidak kurang dari 71 organisasi kepanduan yang tergabung dalam suatu Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) yang dibentuk sebagai badan koordinasi kegiatan pandu.

  • PANDU BERSATU

PANDU merupakan suatu ruang publik yang sangat dibutuhkan dalam perjuangan membangun rumpun bangsa yang merdeka dan berdaulat.

Pandu – kepanduan dan teknik-teknik memandu, merupakan bentuk budaya yang mengikat menjadi unit yang utuh seperti sistem masyarakat biasa yang mempunyai sistem pemerataan kesempatan, pembinaan kesetia-kawanan, pendidikan dan ketrampilan, penggalangan kerjasama dan ta’awun (tolong menolong dalam hal kebaikan) – dalam “patrol system” (beregu) yang terus berlaku. Kerjasama dalam membina saling pengertian, saling menghormati perbedaan, warna-warni keaneka-ragaman daerah dan budaya (kebhinekaan), merupakan daya dorong terciptanya persatuan. Bisa jadi pepatah lama: “bersatu kita teguh – bercerai berai kita runtuh” – merupakan tali pengikat terbentuknya wadah persatuan antar pandu.

Persaudaraan Antar Pandu Indonesia (PAPI) – wadah fusi yang diprakarsai Sartono, SH (nasionalis/1927) menyelenggarakan Konperensi Pengurus-pengurus Besar Kepanduan Indonesia pada 15 Desember 1929.

Kesediaan memahami dan saling menghormati keaneka ragaman perbedaan-perbedaan yang ada, secara princip konperensi mengambil keputusan membentuk dua wadah persatuan: “Kepanduan Nasional dan Kepanduan Islam”. Menindaklanjuti keputusan itu kepanduan nasional dalam pertemuannya pada Februari 1930, membentuk Komisi Besar, bertugas mempersiapkan rencana organisasi persatuan kepanduan nasional. Komisi Besar berhasil menunaikan tugasnya membentuk organisasi KEPANDUAN BANGSA INDONESIA pada awal Februari 1931. Azas-azas kepanduan dunia akan diikuti dan disesuaikan dengan adat istiadat dan kepribadian bangsa Indonesia yang bercita-cita mewujudkan Indonesia Merdeka.

HIZBUL WATHAN, KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), NAPITY (Nationale Islamische Padvinderij) dan SIAP (Sarikat Islam Afdeling Pandu) menjadi motor penggerak pembentukan wadah persatuan pandu-pandu Islam. Pada April 1938 berhasil membentuk badan federasi: Bapan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI). Agenda besar yang diputuskan, akan menyelenggarakan perkemahan besar umum dengan mengikut sertakan kepanduan-kepanduan di luar federasi. Untuk melaksanakan program kegiatan itu dipandang perlu mengadakan pembicaraan dengan pengurus-pengurus besar kepanduan (Desember 1938). Usaha konsolidasi untuk mengajak sebanyak-banyaknya kepanduan Indonesia untuk bergabung ke dalam BPPKI dipacu, dan berhasil. Pada bulan Pebruari 1941 diselenggarakan konperensi kepanduan di Solo, menghasilkan beberapa keputusan penting antara lain:

  1. 1.Bahwa badan federasi (BPPKI) terbuka untuk semua kepanduan Indonesia;
  2. 2.Merah-Putih diakui sebagai bendera persatuan;
  3. 3.Perkemahan besar akan diadakan pada bulan Juli 1941 dengan nama: Perkemahan Kepanduan Indonesia Umum;
  4. 4.Kepanduan-kepanduan yang tergabung dalam NIPV (Nederlandsche Indische Padvinders Vereeneging) tidak diperkenankan ikut serta.

Begitulah semangat, cita-cita dan kemauan kepanduan untuk bersatu diwujudkan dan merupakan bagian dari pergerakan nasional bersatu. Pengurus BPPKI pada waktu itu adalah KBI, NAPITY dan SIAP. Nationale Islamische Padvinderij (NAPITY) didirikan oleh Jong Islamiten Bond (JIB) atas prakarsa dan dorongan Mr. Kasman Singodimedjo.

Keamanan dunia terguncang ketika pada 8 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbour, kepulauan Philipina dan Malaya (sekarang Malaysia). Udara Asia Timur Raya berbau asap mesiu, rencana Perkemahan Besar Umum Pandu Indonesia gagal dilaksanakan. Berlanjut pada tahun 1942, Jepang berhasil menaklukkan Philipina, pulau-pulau Pasifik dan seluruh Asia Tenggara termasuk pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.

Indonesia menjadi tanah jajahan (koloni) baru di bawah kekuasaan tentara Dai Nippon – Jepang (1942-1945). Kekejaman dan penindasan terjadi menggantikan kolonialis Belanda. Begitu Jepang masuk menduduki Indonesia – semua pergerakan nasional apapun bentuk dan sifatnya “dilarang”. Pergerakan pemuda yang terus menggelora bersiap menentang penjajahan Belanda “dihentikan”.

Untuk pegerakan pemuda termasuk kepanduan-kepanduan, disalurkan lewat organisasi yang dibentuk pemerintahan Jepang seperti PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), PETA (Pembela Tanah Air), Seinendan, Keibondan dan sebagainya. Pelatihan kemiliteran dan ketangkasan lainnya yang diberikan oleh tentara fasis Jepang kepada pemuda-pemuda Indonesia, kelak akan jadi bumerang. Menjadi senjata yang berbalik menumpas kekuasaan Jepang.

  • PANDU DIROBOHKAN

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 membuka jalan bagi dibangunkannya kembali perkumpulan-perkumpulan kepanduan Indonesia. Tidak kurang dari 71 (tujuh puluh satu) perkumpulan pandu bangkit dan terbangun kembali untuk memandu ibu pertiwi, hanya dalam tempo lima tahun. Teriakan semangat persatuan membahana di langit dan bumi Indonesia. Cita-cita dan kemauan bersatu itupun diwujudkan dalam pendirian Ikatan Pandu Indonesia pada September 1951. Bagaikan suara derap langkah mengikuti Mars “maju tak gentar” – IPINDO siap menyelenggarakan JAMBORE NASIONAL pertama. Sebanyak 4.000 anggota pandu dari berbagai suku bangsa seluruh Indonesia mengikuti Jambore Nasional yang diselenggaraan 10 tahun setelah merdeka (17 Agustus 1955) di Karang Taruna Pasar Minggu, Jakarta.

Jambore Nasional itu merupakan wujud dan gambaran, bersatu-padunya pandu-pandu dengan berbagai ragam suku bangsa, adat istiadat dan kearifan lokal, berkumpul dan bersama dengan suka hati, tanpa tekanan dan paksaan oleh kekuatan negara. Jambore nasional itu juga menjadi cermin kemerdekaan individu dan kelompok, dalam ikatan persatuan yang padu dan utuh. Pada bulan Mei 1960 bangunan besar IPINDO direnovasi (direorganisasi) dan diganti namanya menjadi PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia).

Kepedihan datang kembali mengguncang ketenangan hidup bermasyarakat dan bernegara. Prahara Dekrit Presiden tgl. 5 Juli 1959 berdampak sangat luas – meruntuhkan berbagai sendi kehidupan masyarakat. Demokrasi Terpimpin melahirkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 238 tahun 1961. Hanya dengan modal “pidato” dan Keppres itu bangunan baru PERKINDO di-“kepras” – DIROBOHKAN oleh Bung Karno. Di atas sebagian itu dibangun ruang pembinaan pemuda yang diinginkannya menjadi kader Revolusi yang Belum Selesai (pioneer) dan diberi nama Praja Muda Karana disingkat PRAMUKA. Inilah ironi dramatik yang menjadi iritan dalam kehidupan bermasyarakat sampai sekarang.

  • RESTORASI

Gelombang Reformasi dan euphoria politik 1998 memberikan kesempatan kepada Persyarikatan Muhammadiyah mengamati reruntuhan bangunan PERKINDO. Ditemukan satu ruangan yang tidak runtuh seluruhnya, pintunya bernama HIZBUL WATHAN, tembok-temboknya di bawah jendela bercat biru dan di atasnya bercat coklat-khaki. Rencana restorasi segera dibuat melalui Deklarasi Kebangkitan Hizbul Wathan tahun 1999. Struktur bangunan diperkuat dengan sistem otonomi – Hizbul Wathan menjadi Organisasi Otonom Muhammadiyah. Di dalam Hizbul Wathan tidak ada dikotomi (atas dasar) jenis kelamin, usia, sektoral, pendidikan maupun profesi. Ini berarti setiap rumpun pandu tidak akan tercerabut dari akar rujukannya (reference group), ketika terjadi mobilitas vertikal maupun teritorial geografis.

Restorasi masih terus berjalan karena masih banyak bagian-bagian yang belum selesai dikerjakan. Tiga puluh delapan pilar bangunan (baca: Kwartir Wilayah) yang harus dibangun, baru dua puluh lima pilar yang sudah selesai dikerjakan. Belum lagi pembangunan pintu di lantai dasar (qabilah di Dikdasmen) dan pintu-pintu di lantai atas (qabilah di PTM – Perguruan Tinggi Muhammadiyah) dan baru saja dimulai. Kita semua sekarang ini, komponen dan eksponen Hizbul Wathan sedang bekerja keras dalam sepi …., sepinya kemerdekaan untuk mengawal ibu pertiwi.

………………………………………………………………

Punya haluan sedikit bicara banyak bekerja

………………………………………………………………….

 

  • PENUTUP

Apa yang sudah saya sampaikan di atas adalah sebuah tengokan ke belakang. Setiap tengokan ke belakang tidak hanya bermakna instrospeksi, tapi juga bermakna ekstrospeksi. Dengan mawas diri akan ditemukan hikmah untuk masa depan.

Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, di sanalah kita semua berdiri, menjadi “Pandu Ibuku”. Wage Rudolf Supratman sejak 1926 telah menciptakan antara lain Mars KBI, Mars Surya Wirawan, Mars Matahari, Ibu Kita Kartini dan Indonesia Raya yang disuarakan pada Kongres Pemuda Indonesia 1928. Supratman paham betul bahwa “pandu” adalah “pandu yang memandu” – sekali pandu tetap memandu. Memandu Ibu Pertiwi (tanah air) untuk “merdeka” – membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Kita sekarang sudah merdeka secara politis – tapi masih tidak merdeka dalam banyak hal. Setelah “pandu” disingkirkan – kita lihat: “Ibu Pertiwi sedang bersusah hati, air matanya berlinang …..” …..karena marak korupsi…..

Hizbul Wathan tidak pernah berfikir: “apa yang diperoleh dari negara, tapi tetap pada “apa” yang sudah diberikan kepada negara”.

_ Scouting Never Ends _

 

Moeslimin,

Ketua Kwartir Pusat

Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan

Yang Membidangi Pengembangan Organisasi

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

Lasiman,S.Pd pada Alamat Kantor