Sabtu, Maret 23, 2024
BerandaKHAZANAHTesis Ramanda Muhammad Harun - Ketua Kwarwil HW Jawa Timur: "Implementasi Kebijakan...

Tesis Ramanda Muhammad Harun – Ketua Kwarwil HW Jawa Timur: “Implementasi Kebijakan Kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik”

Harun, Muhammad. 2010. Implementasi Kebijakan Kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Di Kabupaten Gresik.

Pembimbing (I)  :  Dr. Yus Mochammad Cholily, M.Si.

Pembimbing (II) : Drs. Irwani Zawawi, M.Si.

Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, Hizbul Wathan.

Kepentingan Muhammadiyah dalam menyiapkan kadernya harus mendapat dukungan semua pihak termasuk dengan dibangkitkannya Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan. Kepanduan Hizbul Wathan adalah organisasi otonom, mempunyai visi dan mengemban misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja, dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.

Kebijakan ini masuk ke ranah kebijakan pendidikan, karena Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan non formal di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri. Bagi Muhammadiyah membina dan menggerakkan angkatan muda dengan cara memperteguh iman, mempergiat ibadah, mempertinggi akhlaq, dan meningkatkan semangat jihad sehingga menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, merupakan bagian dari usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui implementasi dan dampak atas dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan secara Nasional dan khususnya di Kabupaten Gresik. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi, dan analisis data deskriptif. Hasil penelitian :

  • Kepanduan masih sangat dibutuhkan karena mampu mencetak karakter seseorang untuk manjadi kreatif, tangguh dan mampu menghadapi tantangan, ini buktikan banyak tokoh-tokoh lahir dari Kepanduan. Perkaderan di Kepanduan Hizbul Wathan telah berjalan walaupun lambat, oleh karena itu Pimpinan Muhammadiyah dan Sekolah Muhammadiyah wajib menggiatkan Latihan Hizbul Wathan, bila perlu terdapat sanksi bagi yang tidak melaksanakannya oleh Muhammadiyah.
  • Program Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik sudah berjalan walaupun masih dipermukaan dan program selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan pelatih dan peserta didik. Setelah 12 Tahun dibangkitkan, ditemukan banyak yang belum memahami Kepanduan Hizbul Wathan termasuk warga Muhammadiyah, Pimpinan Muhammadiyah dan sekolah Muhammadiyah, ini disebabkan karena  : kegiatan khas Hizbul Wathan tidak nampak di masyarakat, pengaruh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi/Komunikasi, dan masih ada peraturan Pemerintah yang membatasi ruang gerak Hizbul Wathan. Kebijakan yang harus diambil Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik yaitu untuk tetap istiqomah, kegiatannya harus langsung terjun ke masyarakat dan latihan kepanduan dapat dilaksanakan di sekolah atau pemukiman tergantung situasi dan kondisi.
  • Kendala yang ditemukan adalah sebagian menyatakan tidak ada dan sebagian menyatakan ada berupa sarana prasarana dan pelatih yang kurang memahami Kepanduan Hizbul Wathan.

ABSTRACT

Harun, Muhammad. 2011. Policy Implementation Scout Movement Awakening Hizbul Wathan of Gresik Regency.

Supervisor (I) :  Dr. Yus Mochammad Cholily, M.Si.

Supervisor (II) :  Drs. Irwani Zawawi, M.Si.

Keywords : Implementation, Policy, Hizbul Wathan.

Muhammadiyah interests in preparing its cadres must have the support of all parties including the Hizbul Wathan resurrected Scout Movement. Hizbul Wathan scouting is an autonomous organization, has a vision and a mission of Muhammadiyah in the education of children, adolescents, and young men, so that they become Muslims in truth and are ready to be a cadre Persyarikatan, People, and Nations.

This policy was entered into the realm of education policy, because the Hizbul Wathan Scout Movement is the education system outside of family and school for children, adolescents, and young people conducted in the open nature with an method interesting, fun and challenging, in order to form a useful and independent citizen. For Muhammadiyah built and mobilized the young generation in a way to bolster the faith, worship intensify, enhance morality, and promote the spirit of jihad that Muslim human being useful for religion, homeland and nation, is a part of Muhammadiyah efforts to achieve its objectives.

The research was conducted to determine the implementation and impact of the Scout Movement resurrected again Hizbul Wathan nationally and especially in Gresik Regency. The research uses a qualitative approach, data collection techniques through in-depth interviews, participant observation and documentation, and descriptive analysis data.

Results of research :

  • Scout is still very much needed because it able to create a person’s character to become creative, resilient and able to face challenges, it proved a lot of leaders from the Scout was born. Regenerations at Scout Hizbul Wathan has been running even slower, therefore the leader of Muhammadiyah, Muhammadiyah schools and the School of Exercise must activate Hizbul Wathan, if necessary, there are penalties for those who do not carry it out by Muhammadiyah.
  • Program Regional Kwartir Scout Movement Hizbul Wathan Gresik Regency has been running, although it is still on the surface and then the next program is to fulfil the needs of trainers and learners. After 12 Years resurrected it was, found many of them who do not understand the Scout Hizbul Wathan including Muhammadiyah members, leaders and school Muhammadiyah Muhammadiyah, was due to: Hizbul Wathan specific activity does not appear in public, the influence of the times and advances in technology/communications, and it still no government regulations which limit the movement of Hizbul Wathan. Policies that should be taken Kwartir Regional Scout Movement Hizbul Wathan Gresik Regency which is to remain istiqomah, its activities must integrate into the community and scouting exercise can be carried out in schools or residential depending on the circumstances.
  • The constraints that are found are some states do not exist and some states there are in the form of infrastructure facilities and coaches who lack an understanding of Scout Hizbul Wathan.

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang Masalah

Menarik sekali kalimat yang dilontarkan “the founding father” Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan pada ahad siang dihadapan seorang manteri guru Standaarschool Bapak Somodirdjo, Bapak Sjarbini dari sekolah

Muhammadiyah Bausasran dan seorang lagi dari sekolah Muhammadiyah Kota Gede Yogyakarta. “Saya tadi pagi di Solo pulang dari Tabligh, sampai dimuka pura Mangkunegaran dialun-alun, melihat anak banyak berbaris, setengahnya sedang bermain-main, semuanya berpakaian seragam. Baik sekali ! itu apa?” (PPM Majelis Hizbul Wathan, 1961:13).

Setelah mendapat penjelasan bapak mantri guru Somodirdjo bahwa yang dilihat Kyai adalah anak-anak Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) Mangkunegaran yang memberikan pendidikan anak-anak diluar sekolah dan diluar rumah, kemudian Kyai menyambut dengan kalimat : “Alangkah indahnya, kalau anak-anak keluarga Muhammadijah djuga dididik sematjam itu untuk melayani menghamba kepada Allah”. (PPM Majelis Hizbul Wathan, 1961:13).

Itulah dua kalimat dahsyat bagaikan anak panah yang melesat dan mengguncang persada Indonesia, kedahsyatan menjelma menjadi sebuah gerakan pendidikan kepanduan di luar sekolah dan di luar rumah itu, terus tumbuh berkembang dan dikenal sebagai “Padvinder Muhammadiyah” yang secara resmi didirikan di Yogyakarta tahun 1336  Hijriyah  bertepatan  pada tahun 1918 Miladiyah oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Di awalnya “Padvinder Muhammadiyah” dimaksudkan untuk berlatih keteraturan dalam mengabdikan diri kepada Allah. Kemudian selain baris berbaris diajarkan pula hal-hal yang terkait dengan aktivitas kepanduan secara menyeluruh

Sebagai lembaga yang baru berdiri baru tahun 1920 oleh Muhammadiyah Bagian Pengajaran sebagai induk Padvinder Muhammadiyah mengirim beberapa pengurus anggota tersebut ke kegiatan  Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) di Solo.

Sepulang dari Solo terbukalah pikiran dari para pemimpin”Padvinder Muhammadiyah”. Beberapa hal menjadi persoalan diantaranya yang hangat nama. Dalam suatu sidang pengurus dibentangkan mengenai nama, dirumah Bp. H. Hilal Kauman. Oleh R.H. Hadjid diajukan nama yang sekiranya dapat sesuai dengan keadaan masa dan mengingat pula pergolakanpergolakan negeri sehabis perang dunia I, ialah nama Hizbul-Wathan yang berarti “Golongan Yang Cinta Tanah Air”. Dan dengan sepakat nama itulah yang dipakai untuk mengganti nama Padvinder Muhammadiyah. (PPM Majelis Hizbul Wathan, 1961:16).

Inspirasi nama Hizbul Wathan pada tahun 1921 kepada sebuah nama kesatuan tentara Mesir yang sedang berjuang mempertahankan tanah airnya dari cengkraman kolonialisme. Dengan nama tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa tanah nusantara (Indonesia) sedang berada dalam penguasaan kolonial Belanda, sehingga perlu diperjuangankan kemerdekaannya, bagi Padvinder Muhammadiyah makna nasionalisme yang mendalam dengan berlandaskan hadist Nabi Muhammad SAW. ”Hubbul Wathan Minal Iman” yang berarti cinta tanah air adalah sebagian daripada iman. (Yusuf, 2005:402). Sedangkan perubahan istilah Padvinder menjadi” kepanduan” atas usul Agus Salim tahun 1928, maka jadilah ”Kepanduan  Hizbul  Wathan  (HW)” (Tim Penulis, 2005:297).

Sekaligus menetapkan seragam resmi Hizbul Wathan dengan baju warna coklat yang menggambarkan warna tanah, celana (bawahan) berwarna biru dongker yang melambangkan laut. Warna coklat dan biru mengkiaskan tanah air (dalam bahasa Arab, Wathan), kacu leher berwarna hijau yang melambangkan kesuburan, dan dilengkapi setrip berwarna putih sebagai lambang kesucian dan keharuman seperti bunga melati, ditambah lambang matahari bersinar merupakan lambang kehidupan. Sedangkan Kata Hizbun berarti kelompok atau golongan penjuang. (Tim Taruna Melati, 33-34)

Bagi K.H. Ahmad Dahlan mempersiapkan kader dan pemimpin adalah langkah cerdas dalam membesarkan organisasi Muhammadiyah nantinya ke depan, oleh karena itu K.H. Ahmad Dahlan menyiapkan pembinaannya melalui pendidikan tetapi tidak didalam kelas dengan menekankan kedisiplinan dan atribut pakaian yang menarik, karena pada hakikatnya Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri.

Untuk mengefektifkan kegiatannya, keanggotaan Hizbul Wathan dipilahkan berdasarkan tingkat usianya dalam kesatuan-kesatuan yang terdiri Athfal, Pengenal dan Penghela. Kelompok Athfal berusia 11 tahun kebawah yang terdiri dari 8-10 anak kecil, kumpulan beberapa kelompok Athfal disebut Kampungan. Kelompok Pengenal berusia antara 12–16/17, dalam satu regu terdiri atas 8-10 anak remaja. Kelompok Penghela berusia antara 17 – 25 tahun, dalam satu kawan terdiri atas 4-6 orang dewasa.

Sejak awal pada dasarnya aktivitas Hizbul Wathan yang utama berkisar ada tiga kegiatan, yaitu : pendidikan rohani (pengajian), pendidikan jasmani (olah raga dan baris berbaris) dan pendidikan amal (pertolongan pada kecelakaan)

Aktivitas bidang kerohanian dimaksudkan untuk membentuk karakter pandu Hizbul Wathan seperti tercantum dalam Undang-undang dan Perjanjian Hizbul Wathan dengan sistem tingkatan tanda kecakapan, sehingga memacu anggota untuk senantiasa meningkatkan kecakapan, keterampilan dan kepemimpinannya. Setiap tingkatan terdapat ujian keterampilan dan kepribadian, apabila anggota tersebut mengalami kenaikan tingkat maka diadakan upacara pengukuhan di kelompoknya. Sedangkan untuk membentuk karakter anggota Hizbul Wathan akan diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah.

Pendidikan jasmani dimaksudkan untuk melatih  ketangkasan, keterampilan dan kekuatan fisik yang dilaksanakan secara kelompok. Sasaran lain untuk membentuk jiwa koprs dan memperkenalkan Hizbul Wathan kepada masyarakat melalui petualangan yang didalamnya terdapat kegiatan mencari jejak, berkemah, permainan panca indera, ketangkasan kecakapan tangan seperti tali temali dan pemahaman kompas, latihan kekuatan dan kesehatan seperti akrobatik baris berbaris serta drumband.

Ketenarannya membuat simpati dan jumlah terus berkembang diseluruh Indonesia, dalam Mars Hizbul Wathan ketenarannya tertulis “Hizbul Wathan Muhammadiyah sangat pesat meraja di seluruh Indonesia bukan di Jawa saja”.

Menurut Yusuf (2005:405) sejak awal Hizbul Wathan merupakan bagian organik dari organisasi Muhammadiyah, segala kegiatan Hizbul Wathan senantiasa berada di bawah bimbingan Muhammadiyah. Seorang pimpinan Cabang dan Daerah Hizbul Wathan haruslah seorang Pimpinan Muhammadiyah setempat. Begitu juga bagi seorang pembina Hizbul Wathan, dia haruslah seorang Anggota Muhammadiyah.

Keberadaan Hizbul Wathan di Muhammadiyah:

Perkembangan Hizbul Wathan semakin luar biasa ini menarik bagi peneliti karena berkali-kali mengalami pergantian induk pimpinan sebagai penanggung jawab pembinaan atas keberlangsungan organisasi Hizbul Wathan dengan

eksisitas yang luar biasa hebatnya, antara lain :

  1. Hizbul Wathan pernah menjadi Majelis tersediri di Muhammadiyah yaitu Majelis Hizbul Wathan sesuai hasil Kongres Muhammadiyah ke 15 tahun 1926 dengan mendasarkan bahwa Hizbul Wathan sudah terorganisasi secara baik dan memiliki anggota dari berbagai usia dan pemuda dengan sistem pembinaan yang berjenjang serta memakai peraturan Kepanduan Internasional (Boy Scout’s Associaion)

Pesat dan luas wilayah sebaran anggota Hizbul Wathan sejak tahun 1926, menurut Mejelis Diktilitbang dan LPI PP Muhammadiyah (2010:109) :

“Perluasannya ke beberapa tempat di Jawa menyebabkan Kongres ke-15 Muhammadiyah tahun 1926 memutuskan untuk membentuk departemen khusus bagi gerakan kepanduan yang dinamakan Majelis Hizbul Wathan. Pada saat itu cabang-cabang Hizbul Wathan terdapat di Solo, Pekalongan, Pasuruan, Banyumas, Surabaya dan Klaten. Dua tahun kemudian, cabang-cabang Hizbul Wathan didirikan diluar Jawa; sebagai cabang pertama di Minangkabau. Enam belas wakil dari Sumatera kebanyak berasal dari Minangkabau. Mereka tinggal di Yogyakarta setelah kongres ke-17 tahun 1928 untuk mempelajari dan mendapatkan pelatihan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Hizbul Wathan. Merekalah yang merupakan pelopor-pelopor untuk daerah mereka masing-masing”

2. Lima tahun kemudian, atas usul dan banyak keinginan dari kaum Muda Muhammadiyah yang dituangkan dalam Kongres ke-21 di Makassar tahun 1932, memutuskan  Hizbul Wathan diperluas dengan nama Pemuda Muhammadiyah dan Hizbul Wathan menjadi Pemuda Muhammadiyah Bagian Hizbul Wathan. Adapun bunyi keputusannya adalah :

“Buat menghimpun pemuda-pemuda Muhammadiyah di dalam “organisasi Muhammadiyah” harus diadakan “Bahagian Pemuda”, tempatnya harus digabungkan dengan Hizbulwathan. Oleh karena nama Hizbulwathan itu hanya berarti kepanduan, maka pergerakan baru ini diberi nama “Muhammadiyah Bahagian Pemuda”. Dienst kepanduan dimasukkan dalam Bahagian Pemuda dan diberi nama “Muhammadiyah Bahagian Pemuda dienst (urusan) Hizbulwathan.

Adapun pergerakan dan ikhtiarnya diserahkan kepada Hoofdbestuur Muhammadiyah yang akan memberi instruksi pada Bahagian Pemuda ini.” (Badawi, 2003:31)

Munculnya Majelis Pemuda Muhammadiyah memang menimbulkan pro dan kontra, akan tetapi disepakati bahwa keberadaan Hizbul Wathan tetap dipertahankan, tetapi pembinaannya dibawah naungan Majelis Pemuda Muhammadiyah.

Pada tahun 1935 Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin menetapkan:

3 (tiga) urusan Pemuda Muhammadiyah, yakni (1) Urusan Hizbul Wathan, (2) Urusan Gerak Badan dan (3) Urusan Pendidikan.

Eksistensi Pemuda Muhammadiyah berikut urusan Hizbul Wathan terhenti pada tahun 1942  – 1950 karena dibekukan oleh Pemerintah Jepang dan situasi sosial politik yang tidak kondusif serta kesibukan anggota Pemuda Muhammadiyah di seluruh Indonesia yang mendukung persiapan proklamasi kemerdekaan dan perang gerilya yang dipimpin oleh Panglima Besar Soedirman.

Hizbul Wathan bangkit kembali dipelopori Haiban Hadjid dan M. Mawardi pada bulan Januari 1950 Hizbul Wathan bangkit kembali, Yusuf (2005:406). Selanjutnya Muhammadiyah menyelenggarakan Muktamar Muhammadiyah Ke-31 Tahun 1950 di Yogyakarta, memutuskan untuk menyatukan Pemuda Muhammadiyah dan Hizbul Wathan menjadi satu yaitu Hizbul Wathan dan mengesahkan Qoidah Hizbul Wathan. Selanjutnya berubah lagi mengikuti Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke-32 Tahun 1953 di Purwokerto, Pemisahan organisasi Pemuda dan Pandu Hizbul Wathan. Penyusunan Qaidah Majelis/Bagian Pemuda dan Hizbul Watahan diserahkan kepada Pusat Pimpinan Muhammadiyah. Sejak tahun 1957, Pemuda Hizbul Wathan dipisahkan menjadi 2 (dua) Majelis, yakni Majelis Hizbul Wathan dan Majelis Pemuda Muhammadiyah. Hizbul Wathan melaksanakan Muktamar khususi bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah ke-33 di Palembang (1958). Sedangkan Pemuda Muhammadiyah melaksanakan Muktamar I di Yogjakarta (1960).

Pembubaran Kepanduan di Indonesia:

Pada tahun 1961 inilah adalah masa-masa kelabu yang dikenang sepanjang hayat oleh pimpinan, pelatih dan anggota Hizbul Wathan karena Keputusan Presiden Republik Indonesia bahwa setiap lembaga kepanduan yang ada di Indonesia dibubarkan dan disatukan dalam wadah yang dinamakan PRAMUKA. Dengan demikian secara kelembagaan Hizbul Wathan dinyatakan bubar.

Adapun tinjauan historis dibubarkannya seluruh kepanduan di Indonesia dan dibentuk Pramuka adalah sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Pidato Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno kepada para Pemimpin Pandu pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara untuk menyatukan seluruh kepanduan di Indonesia menjadi satu;
  2. Disusul Surat keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238/61 tanggal 20 Mei 1961, Pemerintah Republik Indonesia membentuk Gerakan Praja Muda Karana (PRAMUKA);

Dukungan dari Dewan kepanduan Indonesia (Perkindo), Nomor :

071/Dkn/III/61, tanggal 13 Maret 1961 perihal Tindak Lanjut sesudah amanat dari Pidato Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tanggal 9 Maret di Istana Negara.

  1. Dipertegas oleh Staf Penguasa Perang Tertinggi dengan mengeluarkan surat nomor : 0605/Peperti/1961 Tanggal 11 April 1961 tentang Keadaan Gerakan Kepanduan sesudah Amanat Paduka Yang Mulia Presiden tanggal 9 Maret 1961 mengenai pramuka untuk segera menghentikan akitifitas-aktifitas gerakan yang bernuansa kepanduan.
  2. Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang tunduk dan taat kepada Republik Indonesia,             maka Muhammadiyah membuat Maklumat berupa Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, nomor : 302/IV-A/’61 tanggal 15 Maret 1961 tentang mekanisme Hizbul Wathan sesudah adanya perintah peleburan

Kepanduan;

  1. Ditambah Pengumuman oleh Pusat Pimpinan Muhammadiyah Madjelis Hizbul Wathan, Nomor : 10/IM/1961, tanggal 1 April 1961 untuk menenangkan anggota Hizbul Wathan di daerah-daerah agar mentaati perintah presiden dan tetap istiqomah dalam siar Islam melalui Muhammadiyah;
  2. Guna mempertegas perintah Presiden Rupublik Indonesia dan menyiapkan pembentukan pramuka maka presiden mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor : 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961, tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka;
  3. Dan yang paling mutahir saat itu adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka;
  4. Disusul Surat Panitia Pembentukan Pramuka (PPGP) Nomor : 8 P.P.G.P. tanggal 27 Mei 1961 tentang pernyataan bersedia meleburkan diri kepada Madjelis Hizbul Wathan
  5. Oleh Hizbul Wathan menanggapi dengan surat dari Majelis Hizbul Wathan Yogyakarta tanggal 8 Juni 1961, perihal pernyataan bersedia meleburkan diri. Dan mulai saat itu Kepanduan Hizbul Wathan berhasil ditidurkan hampir 38 tahun lamanya sampai dengan tahun 1999.

Kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan:

Situasi sosial politik di Indonesia berubah drastis sejak adanya gelombang reformasi dan tumbangnya rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun. Gelombang ini juga mempengaruhi suasana bathin Persyarikatan Muhammadiyah dan segala isi yang ada di dalamnya, dalam Amanat Sidang Tanwir kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Semarang memberikan keputusan : ”Dalam upaya menanamkan pendidikan kemandirian, kejujuran, keterbukaan dan akhlaq mulia, mengamanatkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk segera menghidupkan kembali Kepanduan Hizbul Wathan (HW) sesuai dengan perkembangan zaman”. (Keputusan Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang, 1998).

Oleh Ketua Umum Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Drs. H. Abdul Rasyid Hasyim, M.A. Mengapa Hizbul Wathan dibangkitkan kembali : 1) Dengan dileburkannya Hizbul Wathan ke Pramuka tahun 1961, Muhammadiyah merasa kehilangan sarana utama untuk kaderisasi yang berkesinambungan, 2) Putera-putri warga Muhammadiyah yang mengikuti Pramuka hanya terbatas kegiatan sekolah, 3) Mereka terlepas dari kehidupan Muhammadiyah di ranting, sehingga kepekaan sosialnya berkurang, 4) Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh pimpinan Muhammadiyah dan negera berasal dari didikan Hizbul Wathan. Oleh karena itu, persyarikatan berusaha memanfaatkan kepanduah Hizbul Wathan sebagai kaderisasi yang berkesinambungan (Buletin Hizbul Wathan, 2010)

Bukti   sesungguhnya banyak kader  Muhammadiyah  alumni Hizbul Wathan yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk Bangsa Indonesia, Bapak TNI Panglima Besar Sudirman, Presiden Soeharto, Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus Anies, Abdul Kahar Muzakkir dan Ki Bagus Hadikusumo mempunyai peranan yang besar pada waktu merumuskan Undang-Undang Dasar 1945 dan menerima dasar negara Pancasila.

Selanjutnya akselerasi kebangkitan Hizbul Wathan disusul dengan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor : 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999  tanggal 18 Nopember 1999 tentang Kebangkitan Kembali Hizbul Wathan. Secara nasional disahkan melalui Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta Tahun 2000. Agar jelas peran dan kedudukan organisasi otonom baru yaitu Hizbul Wathan untuk tetap istiqomah di jalur yang ditetapkan persyarikatan, maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengelurakan Surat Keputusan Nomor : 10/Kep/I.O/B/2003  tanggal 2 Februari 2003 tentang Penegasan bahwa Hizbul Wathan terpisah dari Gerakan Pramuka. Selanjutkan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah membuat pedoman pembinaan organisasi Otonom di sekolah-sekolah Muhammadiyah melalui Surat Keputusan nomor : 128/KEP/I.4/F/2008 tanggal 20 Juni 2008. Keberanian Muhammadiyah dalam membangkitkan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan ini sangat berdasar karena tidak bertentangan dengan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia untuk berkumpul dan mengeluarkan pikiriannya, mendapatkan pendidikan, seperti pada Bab X pasal 28C ayat 1 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang. Dan pada pasal 31 ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat 12). Pendidikan nonformal adalah bagian dari pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).

Pendidikan nonformal (Pasal 26) diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Dengan demikian keberadaan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sejalan dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui jalur yang ada berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (pasal 1 ayat 2).

Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan setelah dibangkitkan:

Kini setelah 12 tahun berjalan, menurut Laporan Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dari 33 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah SeIndonesia baru berdiri 18 Kwartir Wilayah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan  dan 145 Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (LPJ Kwarpus Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Periode 2006-2010, 2010).

Sedangkan Pelatih yang dimiliki Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sampai dengan Tahun 2010 terdiri hanya 110 orang yang tersebar pada 13 Kwartir Wilayah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, dimana pelatih tersebut harus mampu menyelenggarakan pelatihan di tingkat Kwartir ditingkat bahwanya se-Indonesia (LPJ Kwarpus Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Periode 2006-2010, 2010).

Peneliti juga menemukan kondisi yang sama melalui wawancara dengan Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik terdapat data tempat latihan Hizbul Wathan, dimana tempat latihan Hizbul Wathan tersebar di 71 sekolah tingkat SD/MI/MTs/SMA/SMK/MA, meliputi 47 sekolah (66,1%) menyelenggarakan latihan Kepanduan Hizbul Wathan dan 24 sekolah (33,8%) tidak menyelenggarakan latihan Kepanduan Hizbul Wathan. Data tersebut terinci sebanyak 26 SD/MI (72,2%) ada latihan Kepanduan Hizbul Wathan dan 10 SD/MI (27,7%) ada latihan Kepanduan Hizbul Wathan, 11 SMP/MTs (52,3%) ada latihan Kepanduan Hizbul Wathan dan 10 SMP/MTs (46,6%) ada latihan Kepanduan Hizbul Wathan dan 10 SMA/MA/SMK (71,4%) ada latihan Kepanduan Hizbul Wathan dan 4 SMA/MA/SMK (28,5%) ada latihan Kepanduan Hizbul Wathan. (Laporan Tahunan Kwarda Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik, 2011).

Dari data di atas jelaslah sudah selama 12 tahun setelah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di bangkitkan kembali oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tahun 1999 dan telah melaksanakan 2 kali muktamar Hizbul Wathan ditemukan sedikitnya kwartir ditingkat Wilayah, Daerah dan cabang. Sedikit pelatih yang diciptakan, tempat latihan yang masih kurang dan anak didik yang mengikuti kegiatan kepanduan ini juga masih sedikit. Lambatnya perjalanan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan bangkit kembali, apakah disebabkan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah di tingkat bawah (Wilayah, Daerah dan Cabang) belum mampu menerjemahkan perintah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, khususnya Muhammadiyah Kabupaten Gresik.

Bagaimana Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik melaksanakan program perkaderannya, serta bagaimana Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik menyiapkan pelatih dan sarana kegiatan dengan melibatkan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Melihat dari perjalanan Hizbul Wathan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang keberlangsungan dilapangan atas kebangkitan kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan khususnya di Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik. Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam sejauhmana terimplemetasikan dan sejauh mana dampak dibangkitnya dalam menyiapkan kader-kader Persyarikatan Muhammadiyah. Sekaligus peneliti melihat keunikan karena Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan ini selain sebagai organisasi otonom Muhammadiyah di dalamnya terdapat kolaborasi anggota binaan, antara lain :

  1. Lintas gender (perempuan dan lelaki)
  2. Lintas Organisasi Otonom Muhammadiyah yaitu : Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,  Aisyah, Muhammadiyah dan  Tapak Suci.
  1. Lintas generasi (anak, remaja, pemuda, tua)
  2. Lintas strata (siswa, mahasiswa, guru, dosen)
  3. Lintas status sosial (karyawan, staf, Manajer)
  4. Lintas jabatan (karyawan, staf, kepala)
  5. Lintas profesi (tukang, pebisnis, dokter)
  6. Lintas bidang (Jasa, pertanian, industri, dan lain sebagainya)
  7. Keanggotaan rangkap antar organisasi otonom tidak ada masalah karena induknya adalah sama yaitu Muhammadiyah.

Perumusan Masalah:

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, bahwa kebangkitan Hizbul Wathan adalah kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam menyiapkan kader-kadernya untuk berproses pada wadah organisasi otonomi baru selain Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang telah dilegalilasi melalui Tanwir dan Keputusan Muktamar Muhammadiyah serta keputusan-keputusan lain yang mengikatnya, maka peneliti melihat bahwa bagaimana kesiapan terpadu pada tataran implementasi kebijakannya di tingkat Kwartir Daerah (Kabupaten) dalam melaksanakannya, sebagai berikut :

  1. Sejauh mana kesiapan Pimpinan Persyarikatan Tingkat Daerah mematuhi dan melaksanakan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membangkitkan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik ?.
  1. Bagaimana implementasi kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik ?.
  2. Apa dampak kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik terhadap ketersedian pelatih dan sarana prasarananya ?.

Pembatasan Masalah:

Dari rumusan masalah yang ada, peneliti membatasi masalah Implementasi Kebijakan Kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan hanya di tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik selama 12 tahun berjalan ini, dapat dilaksanakan oleh Pimpinan Persyarikatan Tingkat Daerah dan Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik sejauh mana kebijakan ini dapat dilaksanakan apa dampak yang ditimbulkannya karena didukung jumlah sekolah Muhammadiyah yang cukup di banyak di Kabupaten Gresik.

Tujuan Penelitian:

Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas dalam penelitian ini, adalah untuk mengungkap secara jelas dan rinci mengenai :

  1. Kesiapan Pimpinan Persyarikatan Tingkat Daerah mematuhi dan melaksanakan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membangkitkan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik.
  1. Implementasi kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik.
  2. Dampak kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik terhadap ketersedian pelatih dan sarana prasarananya.

Kegunaan Penelitian:

Dengan melihat penjelasan terdahulu, kegunaan penelitian ini sebagai berikut :

  1. Secara teoritis :Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dari kajian kebijakan pendidikan khususnya pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda yang dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang di Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
  1. Secara praktis : Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
  • bagi Pimpinan Muhammadiyah, yakni memberikan informasi mengenai implementasi dan dampak dibangkitkannya Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sebagai wadah organisasi otonom untuk menyiapkan kader persyarikatan mendatang;
  • bagi Pimpinan Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik, yakni dapat memberikan wawasan mekanisme dan pengelolaan kegiatan Kepanduan Hizbul Wathan guna menyiapkan kader persyarikatan mendatang;
  • bagi sekolah Muhammadiyah, yakni memberikan informasi kesiapankesiapan yang harus dilaksanakan sebagai dampak implementasi dan dampak dibangkitkannya Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan guna menyiapkan kader persyarikatan mendatang.

Penegasan Istilah:

Untuk mempertajam pemahaman masalah yang akan diteliti, peneliti menegaskan beberapa istilah antara lain :

  1. Implementasi kebijakan adalah aktualisasi kebijakan pendidikan secara konkrit di lapangan atau pengupayaan agar rumusan kebijakan pendidikan berlaku di dalam praktek (Imron, 2002: 90).
  2. Impelementasi kebijakan merupakan proses yang dinamis, sehingga pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. (Agustino, 2008:138)
  3. Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan oleh seseorang, grup dan pemerintah dengan hambatan dan kesempatan yang diharapkan dapat mengatasi kendala untuk mencapai cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak atau tujuan tertentu (Imron, 2002: 13).
  4. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan untuk anak, remaja, dan pemuda di luar lingkungan keluarga dan sekolah, bersifat nasional, terbuka, dan sukarela serta tidak terkait dan tidak berorientasi pada partai politik. (Kwarpus Hizbul Wathan, 2006)
  5. Hizbul Wathan adalah kepanduan islami, artinya dalam melaksanakan metode kepanduan adalah untuk menanamkan aqidah Islam dan membentuk peserta didik berakhlak mulia. Hizbul Wathan adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan. (Kwarpus Hizbul Wathan,, 2006)
  6. Dampak yaitu seberapa besar kebijakan telah menyebabkan perubahan pada tujuan yang harus dicapai (Balitbangdikbud, 2002: 4).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teoritis:

Sejarah Perjalanan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Gresik:

Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari Persyarikatan Muhammadiyah yang mengusung tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah, bergerak dalam segala bidang kehidupan, antara lain bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Tujuan tersebut harus diperjuangkan dengan melibatkan generasi muda untuk dibina agar memiliki aqidah, memperteguh iman, mempergiat ibadah, mempertinggi akhlaq, meningkatkan semangat jihad, fisik, mental kuat, berilmu dan berteknologi serta berakhlaqul karimah.

Dalam mewujudkan cita-cita di atas, Muhammadiyah mendirikan Hizbul Wathan di Yogyakarta pada tahun 1336 Hijriyah / 1918 Miladiyah dan selama 43 Tahun Hizbul Wathan telah membaktikan diri dalam mencetak kader-kader Muhammadiyah, Nusa dan Bangsa.

Gresik tahun 1928 Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan didirikan pemuda tangguh yaitu Adnanihaji dengan dibantu pelatih diantaranya Thoha, Harun dan Haji Anwar, tempat latihannya di lapangan Poemusgri. Dalam perjalanannya awalnya kesedian kerap menimpa pandu-pandu Hizbul Wathan seperti pelemparan batu, kotoran, diludai dan lebih hebatnya masyarakat mencemooh pakaian pandu Hizbul Wathan adalah pakaian orang-orang kafir.

Akan tetapi masyarakat kemudian simpati karena kiprah Pandu HizbulWathan Gresik sangat dominan, semisal kebakaran hebat di desa Kroman Gresik 1929 anak-anak Pandu Hizbul Wathan mencari sumbangan hingga ke Solo Jawa Tengah. Selain kegiatan kepanduan, kegiatan lainnya berupa sepak bola yang lebih dikenal dengan PSHW (Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan), kegiatan kesenian juga dilakukan anak-anak Pandu Hizbul Wathan dengan membentuk perkumpulan Orkes Keroncong yang kemudian dipakai oleh Muhammadiyah Gresik untuk mencari dana bagi Muhammadiyah. (Mustakim, 2011).

Pada masa kependudukan Jepang, Kepanduan Hizbul Wathan tidur karena ada revolusi fisik, baru Tahun 1950 kegiatan Kepanduan Hizbul Wathan Gresik bangkit kembali di motori Amanullah Adnan putera dari bapak Adnanihaji dengan kegiatan yang luar biasa seperti tali temali, kedisiplinan, Pertolongan Pada Kecelakaan dan juga menghidupkan kembali perkumpulan orkes keroncong.

Akan tetapi tahun 1961 Kepanduan Hizbul Wathan tidurkan kembali oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Surat keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238/61 tanggal 20 Mei 1961, membentuk Gerakan Praja Muda Karana (PRAMUKA) dengan meleburkan seluruh kepanduan di Indonesia. Dengan adanya gelombang reformasi Tahun 1998 melalui Keputusan Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang Tahun 1998 Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibangkitkan kembali pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan surat keputusan nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya’ban 1420 H / 18 November 1999 M dan dipertegas dengan surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H / 2 Februari 2003 M., untuk waktu yang tidak ditentukan.

Gerakan kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom, mempunyai visi dan mengemban misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja, dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa. Karena Gerakan kepanduan Hizbul Wathan memiliki sifat dan identitas.

Sifat Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri yang dalam seluruh kegiatannya. Sedangkan Identitas Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah kepanduan islami, artinya dalam melaksanakan metode kepanduan adalah untuk menanamkan aqidah Islam dan membentuk peserta didik berakhlak mulia, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan. (AD ART HW, 2006)

Dalam pasal 5 Anggaran Dasar Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan maksud dan tujuannya adalah menyiapkan dan membina anak, remaja, dan pemuda yang memiliki aqidah, mental dan fisik,  berilmu dan berteknologi serta berakhlaq karimah dengan tujuan untuk terwujudnya pribadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.

Dalam Anggaran Dasar Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Bab III pasal 6, dijelaskan bahwa Sifat Hizbul Wathan merupakan adalah sistem pendidikan untuk anak, remaja, dan pemuda di luar lingkungan keluarga dan sekolah, bersifat nasional, terbuka, dan sukarela serta tidak terkait dan tidak berorientasi pada partai politik.

Identitas Hizbul Wathan pada pasal 7 dijelaskan bahwa Hizbul Wathan itu adalah kepanduan islami, artinya dalam melaksanakan metode kepanduan adalah untuk menanamkan aqidah Islam dan membentuk peserta didik berakhlak mulia. Hizbul Wathan adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan.

Ciri khas Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah bahwa Hizbul Wathan hakikatnya adalah bahwa Prinsip Dasar Kepanduan dan Metode Kepanduan yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan yang pelaksanaannya disesuaikan kepentingan, kebutuhan, sutuasi, kondisi maasyarakat, serta kepentingan Persyarikatan Muhammadiyah. Sementara itu, prinsip dasar kepanduan yang dilakukan oleh Hizbul Wathan, yaitu : Pengamalan Akidah Islamiah, Pembentukan dan Pembinaan akhlaq Mukhlis menurut ajaran islam dan Pengamalan kode kehormatan Pandu. Sejak tahun 2000 Gerakan kepanduan Hizbul Wathan kembali berkiprah di Gresik yang bergerak di sekolah-sekolah Muhammadiyah sebagai basis pergerakannya hingga saat ini.

Kebijakan dan Implementasi Kebijakan:

Menurut Dunn (2000), mengemukakan bahwa batasan dari kata kebijakan (policy) memiliki kesamaan dengan kata politik, yang mengandung arti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintah. Sedangkan Cooper (2004:3) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan proses politik dimana terdapat kebutuhan, tujuan dan intensitas yang diterapkan dalam pandangan yang objektif, hukum, dan program.

Oleh Guba (dalam Duke & Canady, 1991) mengidentifikasikan kebijakan menjadi delapan konsep, yaitu 1) kebijakan adalah suatu pernyataan tentang tujuan-tujuan, 2) kebijakan adalah sejumlah keputusan yang diakumulasi dari susunan pengaturan yang digunakan untuk sejumlah aturan, pengawasan, promosi, pelayanan dan hal-hal yang mempengaruhi otoritas, 3) kebijakan adalah suatu panduan untuk kebebasan bertindak, 4) kebijakan adalah suatu strategi yang dipergunakan untuk memecahkan suatu masalah, 5) kebijakan adalah perilaku yang diberi sanksi, 6) kebijakan adalah suatu norma sebagai ciri yang konsisten dan keteraturan dalam sejumlah lingkup tindakan substantive, 7) kebijakan adalah hasil dari sistem pembuatan kebijakan, 8) kebijakan adalah penaruh dari sistem pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan sebagaimana yang dikenai kebijakan itu.

Kebijakan adalah suatu pernyataan tentang tujuan, kebijakan adalah keputusan yang diakumulasikan susunan pengaturan yang digunakan untuk sejumlah aturan, promosi, pelayanann dan hal-hal yang mempengaruhi otoritas, kebijakan adalah suatu panduan untuk kebebasan bertindak, kebijakan adalah suatu strategi untuk memecahkan masalah, kebijakan adalah prilaku yang diberi sangsi, kebijakan adalah suatu norma sebagai ciri yang konsisten dan keteraturan dalam jumlah dalam lingkup tindakan subtantif, kebijakan adalah hasil dari sistem pembuatan kebijakan, kebijakan adalah pengaruh dari system pembuata kebijakan dan implementasi kebijakan sebagaimana yang dikenal dengan kebijakan itu. Guba (dalam Duke & Canady, 1991)

Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan oleh seseorang, grup dan pemerintah dengan hambatan dan kesempatan yang diharapkan dapat mengatasi kendala untuk mencapai cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak atau tujuan tertentu. Dengan kata lain kebijakan adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang, golongan, atau pemerintah dengan segala hambatan dan kesempatannya, di mana kebijakan diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi hambatan tersebut sebagai usaha untuk mewujudkan cita-cita atau kehendak (Imron, 2002: 13).

Berangkat dari beberapa pengertian diatas, maka dapat dirumuskan bahwa kebijakan sebagai proses politik dimana kebutuhan dan tujuan diterjemahkan ke dalam satuan obyek, undang-undang, kebijakan yang berdampak pada alokasi sumber daya manusia dan output yang merupakan dasar evaluasi, reformasi, dan kebijakan-kebijakan baru.

Singkatnya, kebijakan adalah suatu pedoman yang menetapkan parameterparameter untuk membuat keputusan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang. Sedangkan kebijakan pendidikan mengandung arti sebagai strategi yang menghasilkan sejumlah keputusan yang dibuat oleh seorang atau sekelompok orang pelaku pendidikan dalam usaha memilih alternative dan caracara untuk mencapai tujuan yang diinginkan (tujuan pendidikan).

Sementara itu kebijakan yang terimplemntasi oleh Mazmanian (1983) mengemukakan sebagai berikut :

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbegai cara untuk menstruksikan atau mengatur proses implementasinya”

Selanjutnya,  Van Meter  dan Von Horn (1975),  mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai : “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”

Dari dua definisi tersebut dapat diketahui bahwa impelementasi kebijakan menyangkut beberapa hal yaitu : 1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan, 2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan dan 3) adanya hasil kegiatan.

Dapat disimpulkan bahwa impelementasi kebijakan merupakan proses yang dinamis, sehingga pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. (Agustino, 2008)

Lantas bagaimana implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat, oleh Merrile S. Grindle (1980) mengemukakan : “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu dengan melihat pada aktifitas program dari proyek individu, dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”. Implementasi kebijakaan ini dipertegas oleh Chief J (1981) menjelaskan : “Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting bahkan mungkin jauh dari penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakankebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”

Tinjauan Empiris:

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topikan penelitian ini dalam Kepanduan di Indonesia, antara lain :

Revitalisasi Gerakan Pramuka dalam Pengembangan Kepemimpinan Pemuda:

Penelitian yang dilakukan oleh Misrakandi (Tesis, Juni, 2009), mengenai Strategi Revitalisasi Gerakan Pramuka Dalam Pengembangan Kepemimpinan Pemuda. Metode penelitian yang dilakukan dengan berupa penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya secara tiangulasi (gabungan) serta analisis datanya bersifat induktif. Fokus penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan teori revitalisasi dari Gouilartn dan Kelly (1995) yang diarahkan untuk lebih mendekatkan program dengan lingkungan stakeholder dalam hal ini pemuda dan anggota pramuka melalui pencapaian fokus pasar, penciptaan bisnis baru dan pemanfaatan teknologi. Revitalisasi yang diharapkan peneliti adalah sebuah prioritas bagi gerakan pramuka untuk terus membina dan mengembangkan kepemimpinan pemuda menjadi lebih terarah dan tepat sasaran berlandaskan kebutuahan dan harapan pemuda sebagai pemimpin saat ini dan masa depan.

Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa penyebab partisipasi pemuda dan pelajar dalam Gerakan Pramuka adalah karena : kurangnya dukungan orang tua dan lingkungan, menguatnya gaya hidup hedonis dan individualis dikalangan pemuda, tidak menariknya pelaksanaan program di lapangan, rendahnya jumlah pembina yang berkualitas, kurangnya promosi dan publikasi, adanya anggapa bahwa pendidikan kepramukaan telah ketinggalan jaman, kurangnya keberpihakan sekolah dalam mendukung kepramukaan, merosotnya mutu pendidikan kepramukaan dan banyaknya kompetitor kegiatan yang serupa.

Harapan peneliti pada stakeholder terhadap revitalisasi Gerakan Pramuka dalam pengembangan kepemimpinan pemuda adalah : a) agar melibatkan pemuda lebih intens lagi, b) agar dibentuk gudep-gudep baru dan mengoptimalkan gudepgudep yang sudah ada, c) agar anggota Gerakan Pramuka lebih sinergis, d) agar menajemen organisasi Gerakan Pramuka lebih profesional lagi, e) agar Gerakan Pramuka dijadikan sebagai sarana pengembangan diri pemuda, f) agar pemerintah lebih serius lagi menggalakkan Gerakan Pramua dan g) agar orang tua meningkatkan dukungannya.

Kaderisasi Organisasi dalam Perubahan:

Redatin Parwadi  dalam Jurnal Wawasan, Juni, Volume 12, Nomor 1  (2006) mengenai Kaderisasi organisasi dalam perubahan. Dalam jurnalnya menurut peneliti bahwa suatu organisasi hidup dalam waktu yang tidak dapat dipastikan, tetapi yang jelas organisasi harus bertahan dan berkelanjutan. Organisasi membutuhkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, baik pemimpin maupun pengikutnya. Diharapkan pergantian pemimpin dalam organisasi tidak akan mengganggu pelaksanaan visi dan misi.

 Menurut Redatin Parwadi  (2006) kaderisasi organisasi yang ditawarkan adalah : Model Jepang menggunakan prinsip hidup adalah pengabdian terhadap perusahaan dan Tuhannya. Seniority dalam kepemimpinan diartikan bahwa kematangan atau karier seorang pemimpin dimulai dari bawah. Seorang insinyur teknik harus mengetahui financial management, marketing bahkan personnel         management  pun mereka  kuasai,  dalam wilayah kepemimpinan/politik saat menghadapi krisis menteri-menteri kabinet rela mundur untuk memberi kesempatan kepada perdana menteri untuk menyusun kabinet sebagai hak prerogratifnya.

Tetapi terdapat segi kelemahannya dengan model Jepang ini, adalah menjadikan kader-kader itu sebagai economy animal, karena selalu dihinggapi pemikiran apa yang bisa dihasilkan dan laku untuk dijual kepada bangsa lain (orientasi bisnis Jepang adalah export oriented). Hal ini bisa dimaklumi, bahwa Jepang miskin sumber daya alam sehingga kemajuannya sangat ditentukan oleh sumber daya manusianya untuk selalu memikirkan nilai tambah terhadap bahan yang dibeli dari negara lain untuk dapat dijual kembali.  Model Barat melalui partai sudah sangat mantap, dan siapa pun yang menganggap mampu dapat ikut bersaing. Selain dukungan dari partai, kemampuan pribadi dari kader tak dapat ditinggalkan. Teori demokrasi ala Barat banyak diekspor ke negara sedang berkembang dengan harapan dapat diterapkan dan berhasil. Sudah sangat populer, jika pemerintahan yang diktator tumbang atas bantuan Negara Barat, biasanya selang beberapa saat ketika stabilitas mulai membaik, langsung diadakan pemilihan umum sebagai ciri demokrasi.

Model Barat juga mempunyai kelemahan terutama terlalu mengandalkan rasionalitas, sehingga mengesampingkan hakikat manusia. Menurutnya, konsep leadership Barat dapat diterapkan dalam dunia mana pun tanpa melihat akar sejarah dari suatu kawasan atau negara. Falsafah kebebasan dan persaingan mengamanatkan, siapa mampu itulah yang akan memenangkan persaingan dan berlaku dalam segala aspek kehidupan.  Model di Indonesia, sejak kemerdekaan, seolah pemimpin di Indonesia muncul karena kehendak sejarah. Mereka menjadi pemimpin karena dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Setelah Orde Baru tumbang, lahir Orde Reformasi. Kaderisasi pemimpin mulai kelihatan melalui mekanisme kepartaian dikombinasikan sistem paternalistik. Kaderisasi di dalam organisasi privat sampai saat ini tidak jelas. Selain organisasi privat masih banyak berbentuk organisasi keluarga, yang kurang berpikir demi kepentingan nasional. Jika organisasi bisnis telah menjadi milik publik, biasanya yang memegang tampuk pimpinan adalah pemegang saham terbesar. Atau jika pemegang saham terbesar adalah pemerintah, maka pemerintahlah yang mempunyai peran besar dalam menetapkan pemimpin perusahaan dimaksud. Di dalam birokrasi, usaha pemerintah untuk merevitalisasi birokrasi penguasa menjadi pelayan belum menunjukkan hasil. Para birokrat masih melakukan manajemen irasional, yang lebih menekankan emosi, suka dan tidak suka, bersifat dan bertindak sebagai penguasa, serta kurang profesional dalam bidang tugasnya.

Dalam kesimpulannya peneliti menjelaskan bahwa peran manusia dalam organisasi sangat penting, yaitu sebagai key position yang menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Organisasi sebagai kumpulan tugas dan manusia pelaksananya harus berkualitas sehingga dapat mengemban visi dan misi dengan baik. Karena kemajuan organisasi ditentukan oleh pemimpinnnya, maka harus dipersiapkan secara matang melalui pengkaderan. Pengkaderan dapat dilakukan sejak awal dan terus dibina agar pada saatnya memegang tampuk pimpinan tidak mengecewakan dan tidak merugikanorganisasi. Pengkaderan dapat dilakukan dengan memilih cara Barat yang liberal atau cara Jepang yang mengedepankan senioritas dan pengalaman. Indonesia sendiri, pada saat ini masih mencari bentuk pengkaderan pemimpin baik politik maupun bisnis.

Perlu dikembangkan pemeliharaan dan pemahaman nilai-nilai spiritual yang dapat menjadi budaya organisasi termasuk di dalamnya pengkaderan dan penggantian pemimpin organisasi. Pengkaderan dan penggantian adalah sesuatu yang wajar dan alami sehingga jika terjadi pergantian pemimpin dapat berjalan dengan lancar dan tidak perlu terjadi guncangan dalam organisasi. Pengkaderan pemimpin hendaknya dimulai sedini mungkin, sehingga siapa pun yang menduduki pemimpin dapat meneruskan tongkat komando kepemimpinan organisasi.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 Jenis dan Pendekatan Penelitian:

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian tesis ini adalah dengan melakukan pendekakan metode penelitian kualitatif, dimana dalam meneliti kondisi suatu objek kajian ilmiah, peneliti berperan sebagai instrumen (alat ukur) kunci. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), serta analisis data bersifat induktif. Dengan demikian analisa hasil penelitian adalah bentuk data verbal (kata, kalimat, skema, gambar) dan data-data tersebut merupakan pengukuran nilai mandiri tanpa membuat perbandingan ataupun menghubungkan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Menurut Suparlan (2003), penelitian dengan menggunakan metode kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau prilaku dari subjek yang diteliti, kemudian data tersebut diarahkan pada keutuhan konteks sasaran yang dikaji. Metode penelitian kualitatif dapat dipakai dalam menganalisis gejala-gejala sosial dan budaya suatu masyarakat untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku dalam masyarakat tertentu, dan kemudian polapola yang ditemukan tersebut dianalisis dengan menggunakan teori-teori yang relevan. Oleh karena itu metode kualitatif ini pada dasarnya merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat untuk mempelajari masalah-masalah dalam suatu kelompok masyarakat, termasuk di dalamnya tata cara yang berlaku, situasisituasi sosial, pola hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap serta proses atau pengaruh dari suatu fenomena sosial. Dengan demikian metode penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta atau sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Menurut Winarno Surachmad (1990), penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang dipergunakan dalam pemecahan masalah berdasarkan pada faktafakta ataupun suatu kenyataan. Data awal yang telah dikumpulkan terlabih dahulu diinventarisir, kemudian disusun secara sistematis sehingga data tersebut dapat diuraikan, dan selanjutnya dianalisa berdasarkan teori-teori yang ada.

Subjek Penelitian:

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

  1. Muhammadiyah Gresik dan jajarannya;
  2. Organisasi Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik;
  3. Pandu Wreda (Alumni Pandu Hizbul Wathan yang sudah tua);
  4. Unsur Kepala sekolah dan pembina;
  5. Anak didik (anggota) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.

Tempat dan Waktu:

Lokasi penelitian adalah di Sekretariat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik Jl. Jawa No. 30 Gresik Kota Baru – Gresik, dilanjutkan ke beberapa Kwartir Cabang Hizbul Wathan dan beberapa sekolah tempat latihan hizbul Wathan. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 20 Maret 2011 sampai dengan 9 April 2011.

Jenis dan Sumber Data: 

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari informan melalui wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data yang sudah diolah dalam bentuk naskah tertulis/dokumen.

Data utama penelitian kualitatif adalah berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, foto, data statistik, dan lainlain (Moleong, 2006:157). Sedangkan data sekunder ini merupakan pendukung yang sangat diperlukan dalam penelitian ini, misalnya: struktur organisasi, job description, peraturan perundang-undangan.

Sebagian besar data yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer berupa data yang diperoleh langsung dari informan lewat wawancara. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Sesuai dengan penelitian kualitatif, maka informan yang dipilih atau ditetapkan untuk diwawancarai hendaknya seseorang yang memiliki pengetahuan khusus/informasi atau dekat dengan situasi yang menjadi fokus penelitian. Informan juga harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian.

Penentuan informan dilakukan secara purposive sampling. Menurut pendapat Lincoln and Guba (1985: 103) ciri-ciri khusus sampel purposive meliputi: (1) emergent sampling design (sementara); (2) serial selection of sample units (menggelinding seperti bola salju); (3) continuous adjusment of “focusing” of the sample (disesuaikan dengan kebutuhan); dan (4) selection to the point of redudancy (dipilih sampai jenuh).

Adapun  yang    dijadikan  informan  awal  dalam penelitian ini adalah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Gresik dan Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik serta Mantan Pandu Hizbul Wathan tua (Wreda). Melalui mereka tersebut peneliti memperoleh informasi berkaitan dengan kesiapan untuk melaksanakan Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mematuhi kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dan Implementasi kebijakan tersebut. Selanjutnya kepada Kepala Sekolah, Pelatih Hizbul Wathan dan anak-anak didik pandu Hizbul Wathan untuk mengetahui dampak dari kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dengan melihat ketersedian pelatih dan sarana prasarananya.

Selanjutnya untuk memperkuat penelitian ini dan sesuai dengan teknik snow-ball sampling di mana informan pertama menunjuk informan lain untuk memberikan informasi yang diperlukan. Proses ini akan terus berlanjut hingga sampai pada taraf informasi yang didapat terdapat kesamaan dengan informasi sebelumnya, barulah peneliti menghentikannya. Teknik snow-ball sampling yaitu meminta informan yang pertama dan seterusnya untuk menunjuk orang lain yang bisa menjadi informan berikutnya. Teknik snow-ball sampling diibaratkan bola salju yang terus menggelinding semakin lama semakin besar dalam arti memperoleh informasi secara terus menerus dan dinyatakan berhenti manakala informasi yang diperoleh dari informan-informan tersebut menunjukkan kesamaan. Informan yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 12 orang, meliputi 2 orang dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah kabupaten Gresik, 3 orang dari Kwartir Daerah gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik, 2 orang mantan Pandu Hizbul Wathan, 3 orang kepala sekolah dan 2 orang anak didik Pandu Hizbul Wathan serta informan lainnya.

Metode Pengumpulan Data:

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif mempersyaratkan kehadiran peneliti di lokasi penelitian. Begitu pula dalam penelitian kualitatif ini peneliti berada di lokasi penelitian berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analis dan penafsir data, dan sebagai pelapor hasil penelitiannya. Kehadiran peneliti sendiri di lokasi penelitian juga berperan sebagai key instrument (Moleong, 2006: 168). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat menggabungkan berbagai  teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, antara lain :

  1. Kesiapan Pimpinan Persyarikatan Tingkat Daerah untuk melaksanakan Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mematuhi kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dalam menyediakan wadah organisasi otonom yakni Hizbul Wathan sebagai tempat penyiapan kader persyarikatan, dengan mewancarai Muhammadiyah Daerah Gresik.
  2. Implementasi kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik dengan mewancari Kwartir Daerah dan Pandu Wreda Hizbul Wathan..
  3. Dampak kebijakan kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Tingkat Kwartir Daerah Kabupaten Gresik terhadap ketersedian pelatih dan sarana prasarananya, dengan mewancari Kepala Sekolah, Pelatih/Pembina dan peserta didik (anak-anak pandu)

Observasi partisipan dimaksudkan untuk memperoleh informasi selengkap mungkin melalui pengamatan yang seksama dengan melibatkan dan berpartisipasi dalam fokus yang sedang diteliti (Balitbangdikbud, 2002: 6). Dalam observasi partisipan ini memungkinkan peneliti mencatat semua informasi dan peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pelatihan secara langsung dan lengkap termasuk data yang dirahasiakan sekalipun. Kekurangan data dan informasi yang diperoleh melalui observasi partisipan akan dilengkapi dengan data hasil wawancara, dokumen di sekolah dan di dinas pendidikan. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan observasi partisipan pada saat dilaksanakan latihan di lapangan oleh pelatih/Pembina terhadap peserta didik (anak-anak Pandu).

Teknik dokumentasi dimaksudkan untuk melengkapi data dari wawancara dan observasi yang merupakan sumber data utama. Metode dokumentasi yaitu mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda (Arikunto, 2002: 206). Data non-interaktif dapat juga berupa dokumen atau arsip, fotografi, dan bahan-bahan statistik dan data kuantitatif lainnya.

Untuk lebih jelasnya fokus penelitian yang akan dieksplorasi, informan, dan teknik pengumpulan data seperti yang dipaparkan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data yang Digunakan Menurut Fokus Penelitian, dan Informan

No Fokus Penelitian Sub Fokus Informan Teknik 

Pengumpulan

Data

1Kesiapan

Pimpinan

Persyarikatan Tingkat Daerah atas kebangkitan Hizbul Wathan

Permasalahan kepanduan secara umum saat ini.

Kebangkitan

Gerakan Kepanduan

Hizbul Wathan oleh

Muhammadiyah

PDM Gresik,

Pandu

HW

Wawancara, dokumentasi
2Implementasi kebijakan kebangkitan Hizbul Wathan

Kabupaten Gresik

Program telah sesuai yang dicitakan

Muhammadiyah Setelah 12 Tahun kebangkitan Hizbul Wathan jauh dari harapan.

Pandu

HW, Kwarda

HW Gresik

Wawancara, observasi, dokumentasi
3Dampak

kebijakan kebangkitan Hizbul Wathan

Kabupaten Gresik

Kendala yang muncul selama

proses latihan

Hizbul Wathan

Kebijakan Kwarda Hizbul Wathan agar tujuan dan kejayaan Hizbul Wathan

tecapai

Kepala

Sekolah,

Pelatih HW,

Anak Pandu

HW

Wawancara, observasi, dokumentasi

Metode Analisis Data:

Analisis data merupakan proses mencari dan mendapatkan secara sistematika hasil wawancara, observasi, catatan lapang dan bahan lain yang telah dihimpun untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dilanjutkan dengan pencarian makna untuk dilaporkan. Menurut Huberman (1992: 21-23) analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses penelaahan, pengurutan, pengelompokan data dengan tujuan menyusun hipotesis kerja dan mengangkat teori hasil penelitian. Analisis deskriptif dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1) Reduksi data, (2) Display atau penyajian data  (3) Penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kegiatan untuk ketiga langkah tersebut dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus, digambarkan sebagai alur proses analisis data seperti pada Gambar 3.1 di berikut ini.

Gambar 3.1 Alur Proses Analisis Data

Sumber: Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman (1992: 16)

Pada tahap reduksi data dilakukan proses pemilihan, perumusan dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul yang tertulis di lapangan. Reduksi data bukan suatu hal yang terpisah dari analisis data tetapi merupakan bagian darinya, berlangsung secara terus menerus selama pengumpulan data yang dilakukan beberapa tahapan yaitu membuat ringkasan, mengkode dan menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisipasi dan menulis memo. Dalam penelitian ini pemilihan data dilakukan dengan cara memilah-milah data yang diperlukan atau sesuai fokus penelitian dan data yang tidak diperlukan. Setelah membuat ringkasan abstraksinya maka pemilihan tersebut diberi kode dan pernyataan kecenderungan yang ada, mengumpulkan berbagai informasi yang terkait dengan kebijakan pemerintah, referensi dan kepustakaan serta dokumen-dokumen tentang pelatihan. Seluruh data yang diperoleh berupa catatan lapangan, tanggapan peneliti, dan dokumen-dokumen diatur, diurutkan, dan dikelompokkan, diberi kode, dan dikategorikan sesuai kelompok data. Data-data yang relevan dengan tujuan penelitian diambil sedangkan data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian diabaikan. Data yang terpilih dianalisis dan ditafsirkan untuk diambil kesimpulan.

Pada tahap kedua yaitu tahap display atau penyajian data, data dalam penelitian ini terdiri dari kesimpulan informasi yang sistematis yang memberikan adanya penarikan suatu kesimpulan sehingga penyajian data akan berbentuk narasi.

Selanjutnya dalam tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi, setelah data dianalisis secara terus menerus pada waktu pengumpulan data baik sewaktu di lapangan, dalam proses maupun setelah di lapangan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi terhadap penelitian mengenai kebijakan kembangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik.

Pengecekan Keabsahan Data:

Untuk menjamin kepercayaan data yang diperoleh, sesuai yang disarankan Moleong (2006: 326-338) kriteria yang digunakan untuk pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini meliputi:

  1. Derajat kepercayaan (credibility),Kriteria kredibilitas digunakan untuk menjamin bahwa data atau infromasi yang dikumpulkan mengandung kebenaran baik bagi pembaca maupun subyek yang diteliti. Untuk mendapatkan nilai kredibilitas yang tinggi maka dalam penelitian ini digunakan: triangulasi sumber, pengecekan anggota, diskusi teman sejawat, pengamatan secara terus menerus, pengecekan kecukupan referensi, pengamatan secara terus menerus, berbicara dengan orang banyak yang mengetahui dan mengerti tentang terlaksananya kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik. Triangulasi data juga perlu dilakukan yaitu mengadakan cek ulang terhadap data tentang terlaksananya kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik, yaitu dengan jalan mengkaji ulang data yang diperoleh dari informan serta memperkaya referensi melalui dokumentasi. Wawancara pada informan dilakukan lebih dari satu orang dengan bahan wawancara yang sama. Kemudian hasil wawancara tersebut dipadukan, apabila sama berarti hasil wawancara tersebut dianggap benar dan dijadikan kesimpulan confirmability sesuai fokus penelitian. Kriteria derajat kepercayaan (credibility) berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil penemuan dengan pembuktian kenyataan yang sedang diteliti.
  1. Keteralihan (transferability). Pada kriteria keteralihan (transferability) peneliti menyediakan data deskriptif secukupnya untuk membuat keputusan tentang pengalihan. Transferabilitas data dilakukan dengan uraian yang rinci tentang terlaksananya kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di Kabupaten Gresik. Agar lebih terfokus maka uraian ini harus dihadapkan dengan hasil penelitian lain sehingga interpretasi data yang ada menjadi suatu kebutuhan semua orang sebagai penemuan yang mutakhir. Artinya hasil penelitian lain yang memiliki kesamaan dengan fokus yang diteliti dapat ditransfer atau diaplikasikan dalam penyajian data dalam penelitian ini sehingga didapatkan hasil akhir yang akurat.
  1. Kriteria kebergantungan (dependability)Pada kriteria kebergantungan (dependability) peneliti meninjau dan memperhitungkan semua faktor yang bersangkutan dengan data penelitian. Dependabilitas data digunakan untuk menjaga kehati-hatian sehingga terhindar dari terjadinya kemungkinan kesalahan dalam pengumpulan dan penginterpretasian data. Untuk sampai pada suatu kesimpulan yang benar-benar sama dalam dua kali atau beberapa kali pelaksanaan penelitian sangat sulit. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif, ketelitian dan keterbatasan sangatlah mungkin terjadi sehingga kesalahan dalam mengambil keputusan akan terjadi pula. Untuk itu dalam melakukan penelitian ini peneliti dituntut untuk hati-hati dalam melakukan pengumpulan data dengan tidak mengandalkan kepada pihak lain sehingga keakuratan terjaga.
  1. Kepastian (confirmability). Pada kriteria kepastian (confirmability) peneliti perlu mengadakan kesepakatan dengan sumber data agar data diperoleh bersifat obyektif. Konfirmabilitas data digunakan untuk menilai hasil penilaian yang dilakukan dengan mengecek informasi serta interpretasi peneliti didukung oleh materi yang adaAudit ini dapat dilakukan oleh pembimbing atau auditor dengan mengkonfirmasikan kebenaran yang dilakukan dengan cara memeriksa data mentah, hasil analisis data, hasil sintesa dan proses yang dilakukan peneliti selama penelitian. Pemeriksaan keabsahan data dilaksanakan dengan teknik triangulasi sumber dan triangulasi data. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda, dan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Konfirmabilitas ini dipakai sebagai alat ukur dalam upaya untuk menambah lebih berbobot dari hasil penelitian melalui dialog dan diskusi dengan para pelaksana teknis di lapangan yaitu Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sebagai penanggungjawab kegiatan Hizbul Wathan, Kepala  Sekolah dan Pelatih Hizbul Wathan selaku pelaksana di Lapangan dan Anak pandu Hizbul Wathan sebagi obyek yang dilatih sebagai kader dan semua pihak yang mempunyai keterkaitan dengan keberlangsung atas kebangkitan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.

Jadwal Penelitian:

Waktu dan jadwal penelitian direncanakan seperti pada tabel berikut:

NoUraianPeb 2011Mar2011Apr2011Mei2011
1234123412341234
1Penyusunan proposalxxxxx
2Seminar proposalx
3Perbaikan proposalx
4Pengumpulan dataxxxx
5Pengolahan analisis dataxx
6Penulisan laporanxxxx

Tahap-tahap penelitian dibagi dalam tiga bagian, yaitu:

  1. Tahap persiapan penelitian meliputi kegiatan menetukan fokus penelitian, penyesuaian paradigma dan teori yang dipilih, penjajagan latar, konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian, seminar usulan penelitian, penjajagan ulang latar penelitian, konsultasi usulan penelitian. Pada tahap ini meliputi pula tahap pengurusan perizinan, negosiasi dengan pihak terkait, tahap orientasi di mana peneliti mengamati secara sekilas tentang sampel penelitian, persiapan bahan, alat, dan materi penelitian antara lain persiapan pedoman daftar pertanyaan untuk metode wawancara; dan mempersiapkan alat untuk metode dokumentasi mengenai Kebangkitan Hizbul Wathan;
  2. Tahap pelaksanaan penelitian. Setelah persiapan penelitian selesai dilanjutkan dengan mendatangi Kwartir Daerah Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik, Kepala Sekolah dan Para Pelatih serta Anak didik yang dijadikan sebagai informan. Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data, analisis data, dan penafsiran data;
  3. Tahap pelaporan meliputi penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian tesis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Mohon maaf Bab IV, tidak dapat di publikasikan

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan:

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu dapat  disimpulkan beberapa hal sebagai  berikut :

  1. Permasalahan kepanduan secara umum saat ini. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Gresik mematuhi Putusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk membangkitkan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di tingkat kabupaten yaitu Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik. Menurut Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Para Pandu Wreda tentang Kepanduan secara umum saat ini adalah : a. Kepanduan masih sangat dibutuhkan saat ini karena sejarah telah membuktikan banyak tokoh-tokoh bangsa dicetak melalui Kepanduan, b. Melalui kegiatan kepanduan akan mencetak karakter seseorang untuk manjadi kreatif, tangguh, dan mampu menghadapi tantangan, c. Pemerintah Republik Indonesia harus memberikan kesempatan untuk mempersilahkan kepanduan selain Pramuka dihidupkan kembali sesuai nafas reformasi dan juga dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara mendapat hak untuk berserikat, salah satunya dengan Kepanduan.
  2. Bagi Hizbul Wathan, semua kepanduan di Indonesia adalah mitra bukan musuh karena memiliki visi dan misi yang sama yaitu dalam rangka membangun generasi muda bangsa Indonesia.
  3. Keadaan setelah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan ini dibangkitkan oleh Muhammadiyah.
    1. Bahwa sebenarnya Perkaderan di Muhammadiyah berjalan dengan di Bangkitankan Kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
    2. Muhammadiyah harus tegas, untuk mengawal cita-cita atas kebangkitan Hizbul Wathan itu, Pimpinan Muhammadiyah setempat dan Sekolahsekolah Muhammadiyah untuk dan wajib menggiatkan Latihan Hizbul Wathan.
    3. Muhammadiyah harus membuat sanksi bagi yang tidak melaksanakan Keputusan      Pimpinan         Pusat   Muhammadiyah atas   kebangkitan     Hizbul Wathan.
    4. Program yang telah dilaksanakan oleh Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik, apakah telah sesuai yang dicitakan Muhammadiyah.
  1. Pada prinsipnya program Hizbul Wathan Kwartir Daerah Kabupaten Gresik sudah berjalan walaupun sebagian walaupun masih dipermukaan.
  2. Dalam berjalannya waktu Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik tetap akan memenuhi program sesuai dengan kebutuhan pelatih dan peserta didik.
  1. Setelah 12 Tahun kebangkitan Hizbul Wathan jauh dari harapan, apa yang menyebabkan demikian ?.
    1. Banyak yang belum memahai sejatinya Kepanduan Hizbul Wathan, termasuk warga Muhammadiyah, Pimpinan Muhammadiyah dan sekolahsekolah Muhammadiyah.
    2. Kegiatan ke-Islaman dan Ke-Muhammadiyahan di Kepanduan Hizbul Wathan harus ditampakkan, agar ciri khas semakin jelas.
    3. Perubahan dan perkembangan zaman termasuk teknologi, juga harus disadari sebagai penyebab kelambatan perkembangan Hizbul Wathan
    4. Sisi hukum juga menjadi kendala eksternal tersendiri yaitu UndangUndang Pramuka dan masih dipakainya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238/61 tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Praja Muda Karana (Pramuka).
    5. Perlu sinergitas antar ortom Muhammadiyah untuk bergabung dan berhikmad di Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
  2. Kebijakan apa yang harus diambil agar maksud dan tujuan serta kejayaan Hizbul Wathan saat ini sesuai yang dicitakan?.
  1. Tetap istiqomah dengan kegiatan yang dilakukan
  2. Kegiatannya agar langsung terjuan ke masyarakat.
  3. Latihan kepanduan dapat dilaksanakan di Sekolah atau dilaksanakan di pemukiman tergantung pada situasi dan kondisi.
  1. Kendala selama proses latihan Kepanduan Hizbul Wathan: a. Tidak ada kendala bagi beberapa sekolah baik dari sisi sarana prasarna dan pelatih. 2. Ada kendapa pada sarana prasarana khususnya peralatan kepanduan (tenda, sanggar, perlatan kepanduan dan lain-lain). 3. Ada kendala pada pelatih yang tidak mengalami Kepanduan Hizbul Wathan tetapi pernah mengikuti Pramuka.

Saran dan Rekomendasi:

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat mengajukan beberapa saran kepada pihak Pimpinan Muhammadiyah Kabupaten Gresik dan Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik serta Kepala Sekolah Muhammadiyah, adalah sebagai berikut:

  1. Untuk tetap istiqomah melaksanakan kegiatan Hizbul Wathan.
  2. Dukungan Pimpinan Muhammadiyah Kabupaten Gresik dengan ketegasan bahwa sekolah Muhammadiyah wajib menyelenggarakan kegiatan Kepanduah Hizbul Wathan adalah hal yang tidak boleh di tawar lagi.
  3. Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik harus tetap menggandengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Kabupaten Gresik dalam membina Kepanduan di Sekolah.
  4. Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Gresik harus membuat program kepelatihan yang kontinyu agar akselerasi jumlah pelatih juga tercapai.
  5. Kepala sekolah untuk mengalokasikan dana guna membiayai kegiatan Kepanduan Hizbul Wathan di sekolahnya.

 

Catatan:

Singkat ringkas tesis tersebut bahwa keperluan pelatih harus ekstra keras dilaksanakan Pelatihan Jaya Melati 1, 2, Jaya Matahari 1, 2 serta Jaya Pertiwi.

Ramanda Muhammad Harun, Ketua Kwarwil HW Jawa Timur, Ketua Bidang Pengembangan dan Pembinaan Organisasi Kwartir Pusat periode 2016-2021

Red
Redhttp://www.hizbulwathan.or.id
Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan merupakan Organisasi Otonom Persyarikatan Muhammadiyah yang berada di tingkat Pusat, yang mempunyai struktur organisasi dibawahnya terdiri dari Kwartir Wilayah yang berada ditingkat Propinsi, Kwartir Daerah berada di tingkat Kota/Kabupaten, Kwartir Cabang berada di tingkat Kecamatan dan Qabilah berada di amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan (sekolah, pondok pesantren, perguruan tinggi) atau berada di pemukiman warga / tingkat Ranting Muhammadiyah
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

Lasiman,S.Pd pada Alamat Kantor