MUHAMMADIYAH.ID, SURAKARTA – Keadaan sosial politik pasca berakhirnya Perang DIpnegoro pada tahun 1830 membuat Kolonial Belanda telah membatasi kekuasaan, wewenang, pengaruh dan wibawa dan hak-hak istmewa raja-raja di Vorstenlanden (baca: wilayah-wilayah kerajaan).
Bagi raja-raja di Vorstenlanden, termasuk Mangkunegaran VII (1916-1944) dibuat sakit hati atas sikap Kolonial Belanda itu. Namun yang lebih menyakitkan hati lagi bagi Mangkunegaran VII adalah sikap pemerintah kolinial Belanda yang selalu berusaha membatasi, mengawasi dan mencurigai keterlibatannya dalam gerakan nasional.
Berkaitan dengan kondisi sosial politik yang dihadapi oleh Mangkunegeran VII sejak awal pemerintahannya tersebut, maka tampaknya tujuan utama Mangkunegaran VII mendirikan JPO (Javaansche Padvinders Organisatie), sebuah organisasi kepanduan pribumi milik swapraja Mangunegaran dan bercorak jawa.
Dalam hal ini JPO merupakan salah satu cara dan sarana baginya menunjukan dan menegaskan nasionalisme, kepemimpinan, kekuasaan, pengaruh, kepeloporan dan gerakan majunya dihadapan pemerintah kolonial Belanda.
JPO yang didirikan oleh Mangkunegaran VII pada bulan September 1916 yang menjadi organisasi kepanduan pribumi yang pertama kali ada di Indonesia. Adanya organisasi kepanduan Mangkunegaran telah menginspirasi beberapa tokoh pergerakan nasional termasuk dalam hal ini Muhammadiyah lewat pendiirinya KH Ahmad Dahlan.
Insipirasi KH Ahmad Dahlan datang dari seringnya ia mengisi pengajian di Solo melalui SATV yang kemudian melintas di Mangkunegaran pada tahun 1918 dan melihat kegiatan anak-anak remaja berlatih baris berbaris memadukan aspek kekompakan dan kedispinan.
Kegiatan anggota kepanduan Mangkungaran itu lantas membuat KH Ahmad Dahlan takjub lantas iapun mengirim utusan ke Mangkunegaran untuk mempelajari cara mengelola kepanduan. Sepulang dari Solo, KH Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Patvinder Muhammadiyah (sekarang Hizbul Wathan) pada tahun 20 Desember 1918.
Adanya kepanduan Mangkunegaran yang menginspiri berdirinya Patvinder Muhammadiyah dibenarkan oleh Subari, Ketua Umum Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surakarta.
“Seseringnya KH Ahmad Dahlan berjalan di depan Mangkunegaran setiap minggunya saat mengisi pengajian SATV, ia melihat pasukan anak-anak dan remaja berpakaian kavaleri, artelari yang sedang latihan di Lapangan Mangkunegaran. Kemudian KH Ahmad Dahlan muncul ide membuat Hizbul Wathan yang dulu diberinama Patvinder Muhammadiyah,”
“Jadi adanya kepanduan HW itu diilhami melihat keunggulan Puro Mangkunegaran itu sebagai sebuah pasukan kavaleri dan arteleri, dan saat ini pun ada jejak berupa bangunan alterlari dan kavaleri. Dengan khas pakiannya yang pendek pada waktu itu,” tutur Subari saat diwawancari redaksi Muhammadiyah.id, pada (14/11/18).
Ketertarikan Muhammadiyah pada Kepanduan Mangkunegaran karena di dalam organisasi ini telah mempunyai anggaran dasar dimana anak-anak remaja diajarkan tentang keutamaan budi pekerti, olah pikir, kesehatan, mencintai sesame dan tolong menolong.
Hal itu melekat betul pada Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dimana kepanduan ini berasaskan Islam dan didirikan untuk menyiapkan dan mebina anak, remaja dan pemuda yang memiliki aqidah, mental da fisik, berilmu dan berteknologi serta berakhlak karimah dengan tujuan terwujudnya pribadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader persyarikatan, umat dan bangsa.
Inspirasi lain yang melekat betul adalah warna bendera yang dipakai Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang sama dengan warna Bendera Praja Mangkunegaran yaitu hijau dan kuning yang kemudian di Hizbul Wathan warna itu menjadi strip berwarna hijau dan lima strip berwarna kuning dengan kiri atasnya terdapat logo HW berwarna putih. Dimaksudkan, bahwa jumlah strip hijau berjumlah enam bermakna Rukun Iman dan strip berjumlah lima bermakna Rukun Islam. (Andi)
*Sumber: Muhammadiyah.id