YOGYAKARTA – Berkaitan dengan eksistensi Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang didirikan Kiai Haji Ahmad Dahlan perkembangan dan kebesarannya dipelihara betul oleh Sudirman. Walaupun secara fisik keduanya tidak pernah berjumpa karena saat Kiai Dahlan wafat usia Sudirman baru menginjak usia 6 tahun.
Endra Widyarsono, Ketua Umum Kwartir Pusat Hizbul Wathan mengatakan, ada hal yang menarik dari sosok Jenderal Sudiman atau kadang disebut Pak Dirman selain ikut membesarkan Hizbul Wathan.
Pertama, apa yang dilakukan Pak Dirman ketika Perang Gerilya ternyata pernah dilakukan Pak Dirman ketika ia menjadi Guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan berkemah dari Cilacap ke Batur Banjarnegara.
“Jadi berjalan selama 3 hari 3 malam. Nah, selama perjalanan itu Pak Dirman kadang berhenti di desa-desa melakukan pengajian. Kemudian anak buahnya membawakan kendi untuk wudhu. Kalau romongan berkemah menginjak tanaman Pak Dirman menyuruh supaya dirapikan kembali,” papar Ramanda Endra saat memberi sambutan sekaligus motivasi Peserta Jaya Melati 1, pada Jumat (30/7/2021).
Hal itu kata Ramanda Endra menjadi strategi Pak Dirman saat Perang Gerilya mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang pada akhirnya mampu mengalahkan Agresi Milliter Belanda II di Yogyakarta pada 1948.
Kedua, sering dikatakan Pak Dirman tidak bisa ditangkap penjajah karena mempunyai jimat yang sering dikaitkan istilah dengan ‘mistis’. Menyangkut persoalan ini Ramanda Endra mengatakan, Kader Hizbul Wathan harus ikut meluruskan informasi ini, bukan jimatnya tetapi keteguhan dan kepercayaan kepada Allah swt sehingga Pak Dirman berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Ketiga, ada yang mengatakan Pak Dirman itu susah dijadikan role model bagi generasi muda karena jarak dengan generasi muda saat ini jauh. Padahal Pak Dirman belum pernah tua menjadi Anggota Pandu Hizbul Wathan.
“Saat terpilih menjadi Panglima Besar TNI, Pak Dirman masih berusia 29 tahun. Usia itu terbilang masih muda dibanding rekan seniornya Urip Sumoharjo. Peran ini menunjukan bahwa Pak Dirman layak menjadi role model sekaligus prototype (contoh) pendidikan bagi generasi muda,” kata Ramanda Endra.
Dalam kesempatan tersebut tokoh yang ikut mendesain deklarasi kebangkitan Hizbul Wathan pada tahun 1999 ini juga memotivasi peserta Jaya Melati 1 yang diselenggarakan Qobilah Hizbul Wathan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
“Para peserta yang nantinya mendapatkan materi harus mengamalkan pengetahuan dan teorinya yang diaplikasikan ke amal usaha Muhammadiyah. Pendidik dan Pelatih HW harus mendidik dengan suasana menyenangkan agar peserta didik merasa nyaman,” pesan Ramanda Endra memotivasi para peserta. (Andi*)