Kedaulatan dan keadilan sosial adalah keadaan ideal yang dicita-citakan Bangsa Indonesia. Pembukaan undang-undang dasar 1945 menyebutkan secara tegas keterkaitan kemerdekaan dengan kedaulatan, kemakmuran dan keadilan sosial. Kemerdekaan adalah rahmat Allah subhanahu wa ta’ala dan buah perjuangan yang mengantarkan Indonesia menjadi bangsa dan Negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Kedaulatan mengandung lima dimensi yang saling berkaitan. Pertama, kedaulatan politik: kebebasan dan kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu dan penjajahan bangsa lain. Dalam pandangan bangsa Indonesia, penjajahan adalah kejahatan yang bertentangan denga peri kemanusiaan dan keadilan. Kedua, kedaulatan pemerintah: kemandirian suatu bangsa menentukan nasib sendiri dengan tata kelola dan sistem pemerintahan yang konstitusional. Ketiga, kedaulatan hokum: konsistensi dalam melaksanakan dan menegakkan hokum sebagai dasar dalam penyelenggaraan Negara dan untuk menjamin terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat. Keempat, kedaulatan ekonomi; kemandirian ekonomi yang menuntut bangsa Indonesia untuk mengelola dan mengolah sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kelima, kedaulatan budaya; kemampuan mengembangkan sumberdaya manusia, membangun karakter bangsa, dan memelihara nilai-nilai utama dan identitas budaya yang luhur.
Bagi bangsa Indonesia, keadilan sosial merupakan cita ideal yang sangat sentral. Di dalam dasar Negara Pancasila, adil dan keadilan disebutkan dalam sia kedua dan kelima. Sila kedua menekankan perilaku yang adil dan pemuliaan terhadap semua manusia, dengan menghapuskan diskriminasi, tirani, dan perbuatan yang merendahlan harkat dan martabat manusia. Sila kelima menekankan dan menegaskan kewajiban Negara dan pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial yang merata. Hal ini mengandung tiga aspek. Pertama, keterpenuhan; terwujudnya kehidupan sosial diamana kebutuhan primer masyarakat terpenuhi. Kedua, pemerataan; distribusi kesejahteraan secara adil, merata, dan tiadanya kesenjangan yang lebar di antara masyarakat baik secara proporsional, individual, maupun territorial. Ketiga, ketahanan; kemampuan suatu bangsa mempertahankan keadaan dan meningkatkan kemampuannya secara berkesinambungan.
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kemampuannya dalam menjada kedaulatan, mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Bangsa yang maju, adil dan makmur memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dengan sumberdaya manusia yang berkualitas: iman yang kuat, jasmani yang sehat, berkepribadian luhr, percaya diri, kreatif, dan produktif. Kesejahteraan dan keadilan sosial adalah prasyarat terwujudnya kehidupan sosial yang damai dan bahagia baik secara material, maupun spiritual.
Muhammadiyah melihat bangsa Indonesia masih mengalami masalah kedaulatan, kesejahteraan dan keadilan sosial. Indonesia belum mampu membebaskan diri dari belenggu dan ketergantungan dari bangsa lain. Masalah kedaulatan ekonomi terlihat semakin serius di tengh ekspansi modal asing dan kapitalisme yang terkadang memaksa Negara “berkompromi” dengan pasar. Arus kuat budaya asing yang masuk ke seluruh relung kehidupan dengan kedigdayaan teknologi informasi dan komunikasi meluruhkan ketahanan moral, budaya dan identitas bangsa. Kedaulatan budaya bangsa dalam ancaman. Kesenjangan sosial masih dan makin terbuka. Ketimpangan antara sekelompok kecil masyarakat yang sangat berkuasa karena kekuatan ekonominya dengan sebagian besar rakyat kecil, kaum elit, jika tidak ditangani dengan seksama dan komprehensif berpotensi menimbulkan berbagai masalah sosial, politik, dan kebangsaan yang sangat serius.
Sidang Tanwir Muhammadiyah sebagai forum permusyawaratan strategis tertinggi di bawah Muktamar, mengangkat kedaulatan, kesejahteraan dan keadilan sosial sebagai tema utama. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Muhammadiyah berkomitmen untuk terus beramal bersama-sama dengan pemerintah dan seluruh kekuatan masyarakat dalam mewujudkan kedaulatan dan keadilan sosial. Muhammadiyah berkehendak untuk mentranformasikan ajaran dan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam mewujudkan Indonesia yang maju, berdaulat, adil dan makmur.
Oleh karena itu, sidang Tanwir bertujuan: (1) untuk membahas masalah-masalah strategis organisasi dalam rangka membangun sinergi, memperkuat jejaring, meningkatkan efektifitas komunikasi, dan akselerasi pelaksanaan program Muktamar sesuai dengan konteks dan tantangan kekinian. (2) merumuskan sistem dan tata kelola organisasi khususnya Anggaran Rumah Tangga dan pedoman keorganisasian yang mengakomodasi dinamika internal dan eksternal persyarikatan. (3) mengkaji masalah-masalah kebangsaan dari berbagai perspektif untuk meningkatkan wawasan, membuka proyeksi dan menawarkan preskripsi solusi yang realistis dan mungkin untuk dilaksanakan.
Untuk itu, sidang Tanwir Muhammadiyah yang akan dilaksanakan pada tanggal 24-26 Februari 2017 di Islamic Center Ambon, Maluku, mengambil tema “Kedaulatan dan Keadilan Sosial untuk Indonesia Berkemajuan”. Sumber Proposal Tanwir Muhammadiyah.
Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sebagai salah satu organisasi otonom Muhammadiyah di tingkat pusat, mempunyai kepentingan yang kuat untuk hadir dan berperan aktif dalam Tanwir Muhammadiyah ini, dan kehadiran Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum akan memperkuat penyampaian hasil Muktamar ke-3 HW di dalam forum Tanwir tersebut. Karena Kepanduan Hizbul Wathan memerlukan akselerasi penguatan internal organisasi, khususnya persoalan Kedaulatan Muhammadiyah. Negara harus memberikan kebebasan kepada rakyatnya dalam mengembangkan organisasi masyarakat. Kepanduan Hizbul Wathan adalah salah satu organisasi perkaderan di dalam Persyarikatan Muhammadiyah, namun sampai hari ini masih ada kepanduan lain yang masuk ke dalam Persyarikatan Muhammadiyah dan masih ada Pimpinan Persyarikatan yang belum menggerakkan roda kaderisasi melalui kepanduan Hizbul Wathan. Semoga dengan Tanwir kali ini, akan menggerakkan hati, pikiran para peserta Tanwir untuk bersama-sama membangun dan menguatkan perkaderan Muhammadiyah.
Mari kita sukseskan Tanwir Muhammadiyah tahun 2017 di Kota Ambon, Maluku.
Nasrun minallahi wa fathun qarib, Fastabiqul Kahairaat!