Kota Tangerang Selatan – Kwartir Daerah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kota Tangerang Selatan bekerja sama dengan Fakultas Pertanian dan Fakultas ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta mengadakan pendidikan pertanian ruang terbatas di pemukiman sebagai bentuk pengabdian masyarakat di Babakan Pocis, Setu Kota Tangerang Selatan (26/10/2022)
Kegiatan ini dilaksanakan anggota HW Kota Tangsel dan beberapa dosen serta mahasiswa dari FTan dan FIP UMJ yaitu Ramanda Dolay, Ramanda Misriandi, Ayunda Dessy Iriani Putri, Rakanda Sularno, Rakanda Farihen, dan Rakanda Rinanto.
“Tujuan dari kegiatan Pendidikan Pertanian di ruang terbatas adalah sebagai bentuk kepedulian HW Tangerang Selatan dan para akademisi dari Ftan dan FIP UMJ kepada masyarakat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan rumah tangganya dengan menanam di pekarangan dan mengolah limbah dapur menjadi produk yang bermanfaat”, ungkap Rinanto.
Pemenuhan pangan di Indonesia diatur dalam UU No. 18 Tahun 2012. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal guna mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015, tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, dimana pasal 26 menyebutkan bahwa upaya penganekaragaman pangan salah satunya dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan pangan mandiri perlu dilakukan oleh setiap masyarakat, begitu juga dengan anggota keluarga HW Kota Tangerang Selatan.
Rinanto menjelaskan bahwa persoalan pangan erat kaitannya dengan persoalan lingkungan dan berkaitan juga dengan kesehatan, “Selain pemenuhan bahan pangan, permasalahan pada masyarakat adalah pencemaran lingkungan akibat limbah rumah tangga. Kepadatan penduduk yang terus meningkat di wilayah kota maupun desa akan mempengaruhi kualitas lingkungan dengan penyumbang limbah serta pencemaran lingkungan. Hal ini karena pola hidup masyarakat cenderung tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan yang kemudian akan mengancam kesehatan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan itu sendiri, jelas Anggota HW Kota Tangsel.
Hal serupa disampaikan oleh Dessy, “bahwa permasalahan lainnya yang ingin dikurangi dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah kecanduan gadget oleh anak. Di era 4.0 saat ini, kegiatan anak-anak secara fisik sangat berkurang. Hal ini disebabkan karena anak lebih memilih bermain menggunakan smartphone ataupun gadget lainnya daripada bermain secara fisik. Dengan demikian akan menganggu perkembangan otak dan kesehatan anak, terutama kesehatan mata. Lebih mengkhawatirkan lagi dampak penggunaan gadget akan menyebabkan sikap acuh anak terhadap sesama dan lingkungan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut perlunya pendidikan pertanian berupa edukasi dan pelatihan bercocok tanam di pekarangan”, terangnya.
Tanaman yang ditanam adalah sayur-sayuran dan tanaman obat rumah tangga (Toga). Tanaman tersebut dipilih karena sering dibutuhkan keluarga dan termasuk tanaman yang cukup mudah untuk dibudidayakan. Hasil dari budidaya tanaman di lahan pekarangan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dan untuk pertolongan pertama bagi anggota keluarga yang mengalami sakit, bahkan bisa menghasil keuntungan sehingga menambah penghasilan keluarga.
Menurut Misriandi, “sasaran target kegiatan ini adalah anak usia dini, karena bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas fisik anak di luar ruangan. Anak-anak diajari bercocok tanaman di pekarangan menggunakan media polybag, karena penggunaan polybag dilakukan tanpa olah tanah (mencangkul/ membajak). Selain itu, manfaat lain dari penggunaan polybag adalah mudah diletakkan di mana saja di sekitar pekarangan rumah, relatif murah, dan mudah pembuatannya”.
“Selain bercocok tanam, anak-anak juga diberi edukasi bagaimana cara memilih dan mengolah limbah dapur secara sederhana. Pengolahan limbah dapur dapat memberikan 2 (dua) jenis manfaat, pertama manfaat berwujud, yaitu limbah dapur dapat diolah menjadi eco enzim yang kemudian bisa digunakan untuk pembersih udara dalam ruangan, pembersih kamar mandi, dapur, pestisida organik, dan pupuk organik. Manfaat yang kedua tidak berwujud, yaitu kegiatan pengolahan limbah dapat mengembangkan nilai karakter peduli anak terhadap sesama dan lingkungan. Sehingga anak sejak dini sudah ditanamkan untuk terbiasa mengolah sampah sehingga tidak mencemari lingkungan”, tambahnya.
Kontributor : Anto & Desi