APA YANG BISA KITA PERBUAT?
Nasib lembaga pendidikan tercoreng oleh kenyataan hidup yang semakin pongah di negeri ini. Di mana-mana terjadi kesemrawutan sosial yang tak karu-karuan. Walau diakui bahwa kesalahan tidak hanya pada dimensi pendidikan, hal itu acapkali ditudingkan kepada lembaga-lembaga pendidikan yang (mestinya menurut mereka) bertanggung jawab pada pembentukan watak / tabiat / moral bangsa.
Kenyataannya zaman telah berubah. Masa menggelinding bagai bola es bergerak kemana saja sesuai kecenderungan hukum alam. Pada saat itu tantangan dan hambatan semakin komleks dan coraknya amat varian. Tantangan dan hambatan itu terus-menerus menggerogoti lembaga-lembaga yang memiliki visi dan misi membentuk kepribadian watak / adzab warga negara .
Pendidikan dan lembaga yang berwenang mengurusinya menjadi kambing hitam. Ia menjadi koban sorotan publik. Gerakan Kepanduan, atau lembaga pendidikan lain pun tentu kecepretan kondisi dan situasi yang kurang menyenangkan ini.
Institusi Gerakan Kepanduan sebagai lembaga “otonom” membidani Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan tertantang untuk membuktikan dirinya sebagai institusi pada gerakan pengkaderan dengan sistem kepanduan di Indonesia tertantang untuk membuktikan dirinya sebagai ortom Persyarikatan Muhammadiyah.
Persoalannya lalu mengkristal pada : apakah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan mampu menepis opini masyarakat yang miring terhadap gerakannya ? Dapatkan HW mewujudkan lembaga yang elegan yang mampu membuktikan diri hidup dan dapat menghidupi. Mari kita telusuri.
Lalu apa yang bisa kita perbuat ? Sulit menjabarkannya. Tapi barangkali kita dapat saling memberi masukan. Agar arah Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan semakin mantap pada sasaran utama membawa anggota mencapai tujuan.
Ada dua komponen pokok – setidaknya- yang dapat kita perbaiki : institusi dan kepembinaan. Memperbaiki institusi berarti memperbaiki secara keseluruhan organ yang ada hubungannya dengan lembaga (Kwartir) : meliputi personalia, aturan tata kerja dan perilaku personal. Sangat tepat bila ada pengamat atau praktisi institusi Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang berkenan membahas persoalan ini .
Sedangkan rekontruksi kepembinaan maksudnya menata ulang proses pembinaan yang dilakukan. Agaknya kita melupakan hal ini . Pembinaan adalah komponen inti sebuah lembaga kader dan pembinaan watak, karena itu pokok persoalan yang harus diseriusi ialah pembinaan itu sendiri.
Saya mengalami pembinaan di Kepanduan pada golongan athfal – Dewasa. Saya pegitu asyik mengikutinya. Berbeda dengan sekarang, tatkala saya mencoba dan mengelola pembinaan ada masalah yang saya rasakan. Peserta didik kurang FUN mengikutinya. Setelah saya teringai ternyata berbenturan dengan persoalan / kepentingan lain seperti model – model cara pembinaan, kebijakan pengelola dan pengendali , situasi lokal ( Lingkungan Qabilah ) dan lain – lain .
Terobosan dan saran berupa angan –angan dari pelatih maupun pengelola Kwartir untuk mencari pembinaan yang inovatif – kreatif tapi juga efektif. Nampaknya tidak ada salahnya bila Pemimpin Pandu Lainya mencobanya. Kendati tempat dan situasi berbeda, barangkali dapat memuaskan. Tak akan berdosa seandainya kurang optimal, yang penting mencobanya saja
Ramanda Muchammad Adji Subut
Ketua Kwartir Pusat Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan
Yang membidangi Penelitian, Pengembangan dan Evaluasi