Diangkat Kembali dari Pewarta HW, Newsletter Pusdiklat HW Jawa Timur, Edisi III, Sept 2007
Wawancara Dengan Ramanda Halim Bay, salah seorang pendiri HW Jatim
HW adalah Hizbul Wathan, mempunyai prinsip-prinsip yang berbeda dengan organisasi Kepanduan pada umumnya. HW adalah Gerakan Kepanduan yang bersifat otonom dalam Persyarikatan Muhammadiyah, tidak bergerak di bidang politik, bahkan bukan dan tidak akan menjadi sayap organisasi kekuatan politik mana pun. HW patuh dan tunduk pada Keputusan Persyarikatan. Dan oleh karena itulah Hizbul Wathan sekarang berada di luar Pramuka. Demikian penegasan Ramanda A. HALIM BAY kepada Pewarta.
Ramanda A. HALIM BAY (71) mengingatkan kepada segenap jajaran Organisasi Otonom Muhammadiyah, bahwa identitas HW adalah orang-orang Islam yang berarti, bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang luhur, berbadan sehat dan tangkas sehingga berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Sebagai organisasi Kepanduan yang berazaskan Islam, bertanggung jawab mengemban misi persyarikatan dan menjalankan dengan sungguh-sungguh misi itu di bidang pendidikan non formal, pendidikan di luar sekolah, di luar rumah dan di luar lingkungan kerja. Pandu HW menjalankan misinya, membimbing generasi muda agar kelak menjadi orang Islam yang berarti.
Membimbing generasi muda supaya sadar dan mau menunaikan kewajibannya kepada Allah, terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap alam sekitarnya. Di bawah ini petikan sebagian wawancara Pewarta HW (PW) dengan Ramanda A. Halim Bay (RAH) sebagai berikut:
PW : Mengapa HW menarik diri keluar dari Pramuka?
RAH : Karena HW adalah Hizbul Wathan bukan Pramuka.
PW : Maksudnya?
RAH : Pramuka itu ”nama” perkumpulan Kepanduan yang didirikan/dibentuk oleh Bung Karno dalam kedudukannya sebagai Presiden / Panglima Perang Tertinggi (PEPERTI). Sama seperti Hizbul Wathan adalah ”nama” Pandu yang didirikan oleh Muhammadiyah pada tahun 1918. Masing-masing punya prinsip-prinsip yang berbeda, tidak mungkin dapat ditenun menjadi satu tenunan yang baik, oleh team ahli sekalipun.
PW : Perbedaan yang menonjol menurut Ramanda?
RAH : Ini bukan menurut saya, yah – tapi menurut tafsir umum. Pramuka itu Kependekan dari PRAJA Muda Karana. Ia dinisbatkan pada ”praja” yang artinya ”pemerintah atau negara”. Itu artinya: ” politik”, berjalan di bawah kendali politik penguasa. Sampai sekarang, tercermin pada komposisi kepengurusannya. Ketua Kwartir Daerah Jawa Timur adalah Wakil Gubernur dan Ketua Dewan Pembinanya adalah Gubernur Jatim sendiri. Ada anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk pembinaan Pramuka, tidak untuk Hizbul Wathan. Hizbul Wathan didirikan untuk menjalankan misi perjuangan persyarikatan Muhammadiyah: dakwah amar ma’ruf nahi munkar, menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sampai terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
PW : Banyak orang mengatakan HW telah keluar dari persatuan pandu-pandu yang sudah terbangun lewat Pramuka. Bagaimana?
RAH : Itu kan suara dari kelompok kepentingan atau orang-orang yang tak paham sejarah dan tak paham makna ”persatuan”.
PW : Menurut Ramanda bagaimana?
RAH : Sudah saya katakan tadi, Bung Karno selaku Pemimpin Besar Revolusi, Presiden dan Panglima Perang Tertinggi mendirikan perkumpulan Kepanduan Indonesia. Nama yang cocok dengan Manipol USDEK, adalah Pramuka. Lalu ia mengancam dan melarang kegiatan kepanduan lain yang sudah ada (=74 perkumpulan Kepanduan Indonesia) ”dibubarkan” danharus meleburkan diri ke dalam Pramuka. Ini kan merobek-robek semangat dan jiwa pandu yang cinta persatuan dan perdamaian. Supaya jelas, saya kutipkan beberapa kalimat pidato Bung Karno pada hari Kamis tanggal 9 Maret 1961 itu di hadapan para Pemimpin Pandu yang mewakili organisasi-organisasi Kepanduan, antara lain sebagai berikut: ”… saya harap supaya Kepanduan-Kepanduan ini organisasi-organisasinya meleburkan diri dan oleh karena tadi saya sudah berkata ”SATU”, maka saya sebagai Presiden, Panglima Tertinggi, Peperti, Mandataris dari MPRS, bahkan yang oleh MPRS dinamakan Pemimpin Besar Revolusi, akan ”MELARANG”, sesuatu Kepanduan di luar yang satu ini. Nanti jikalau sudah dilebur kepanduan-kepanduan ini hanya ada satu, di luar yang satu ini tidak boleh, dilarang. ……. kita ini berdiri di atas USDEK …… namanya pun harus satu nama : PRAMUKA?”
Menjadi jelaslah kiranya, pidato presiden itu telah mencederai semangat dan jiwa persatuan pandu-pandu Indonesia, yang telah dengan susah payah dibangun jauh sebelum kemerdekaan.
PW : Tapi kenyataannya kan kemudian pandu-pandu itu bersatu lewat Keppres 238/Tahun 1961, bagaimana?
RAH : Wah … itu bukan bersatu ! Tapi karena diaduk-aduk lalu menjadi satu. Menjadi satu dalam kerangkengnya USDEK, kerangkeng itu namanya Keppres 238/Tahun 1961. dan kerangkeng itu dimanfaatkan (=dilanggengkan) oleh pemerintah Orde Baru, karena Pak Harto juga punya kepentingan – agar tidak ada gejolak baru dalam pemerintahan yang sentralistik.
PW : Persatuan yang bagaimana menurut Ramanda?
RAH : Persatuan itu adalah Persatuan Indonesia, yang tidak merusak ke-Bhineka-an. Seperti yang pernah dirintis dan dibangun lewat PAPI (Persatuan Antar Pandu Indonesia), IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia) yang masih menghormati nilai-nilai socio-cultural, menghormati ke-Bhineka-an.
PW : Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar ”merevitalisasi” gerakan Pramuka. Bagaimana?
RAH : Itu harus segera diluruskan kalimatnya, sehingga berbunyi: ”merevitalisasi Kepanduan Indonesia”. Supaya Presiden kita tidak ikut menista kehidupan demokrasi.
PW : Maksudnya?
RAH : Kehidupan Kepanduan harus dikembalikan pada keaslian jati dirinya dan disesuaikan dengan kemajuan zaman. Cabut Keppres 238/Tahun 1961 yang nyata-nyata bertentangan secara paradoksal dengan batang tubuh UUD. Dan tidak diperlukan lagi Undang-undang Kepanduan, supaya tidak tumpang tindih dengan Undang-undang Pendidikan Nasional. Kepanduan Indonesia tidak boleh terkontaminasi dengan gerakan politik dengan bungkus apa pun namanya.
Ramanda Yasir Wachid, Sekretaris Kwarwil HW Jawa Timur