Yogyakarta (20/04) — Tanggal 21 April biasanya diperingati sebagai Hari Kartini oleh bangsa Indonesia terutama kaum wanita. Tahun ini karena pandemi Covid-19, Hari Kartini terpaksa tidak dirayakan dengan berbagai kemeriahannya yang khas seperti pemakaian pakaian tradisional dan berbagai lomba khas wanita. Pandemi Covid-19 memaksa kita menunda semua perayaan apapun wujudnya.
Wabah Covid-19 yang menimpa banyak negara di dunia memaksa semua pihak dari berbagai latar belakang merasakan dampaknya dan berjuang bersama-sama untuk melawannya, tak terkecuali oleh para wanita. Bahkan para wanita cukup dominan dalam bidang kesehatan yang menjadi bidang pokok dalam perang melawan Covid-19.
Muhammadiyah dengan 67 rumah sakitnya di berbagai penjuru Tanah Air untuk merawat pasien Covid-19, juga melibatkan begitu banyak peran wanita di dalamnya. Para dokter dan perawat wanita Muhammadiyah hari-hari ini berjuang keras memastikan para pasien Covid-19 menerima layanan yang baik.
Salah satunya adalah dr. Iin Inayah yang sehari-hari bertugas di RS Islam Pondok Kopi Jakarta. Dokter wanita kelahiran Majalengka 48 tahun silam tersebut sudah mengabdi sejak tahun 2003. Ditanya tentang penugasan menangani pasien Covid-19 ini, Iin menyampaikan bahwa dalam penugasan ini berbagai perasaan antara tertantang, sedih, terharu sekaligus cemas dan khawatir bercampur aduk menjadi satu.
“Dalam mengatasi pandemi ini kami dihadapkan pada situasi pekerjaan yang penuh dinamika, tidak menentu, susana kerja bisa berubah sewaktu-waktu. Awalnya kami hanya bersiap dengan APD sederhana (masker bedah) kemudian membentuk tim Covid-19 hingga akhirnya rumah sakit menambah fasilitas layanan berupa pos screening dan Pos KLB (kejadian luar biasa),” katanya.
Iin lalu mencontohkan pada satu hari ada pasien datang berobat ke poli spesialis paru dan sebelumnya saat diperiksa suhu tubuhnya tidak ada tanda demam serta tidak menyampaikan ada keluhan batuk. Namun, kemudian hasil pemeriksaan spesialis paru diagnosanya menunjukan pasien tersebut menyandang status PDP (Pasien Dalam Pengawasan) dan harus dilakukan tindakan pemantauan di ruang isolasi yang ada di IGD.
Pasien tersebut kemudian diarahkan dan dikirim ke ruang isolasi IGD. Situasi IGD yang semula sibuk melakukan dan menatalaksana pasien gawat darurat seketika sempat heboh dan panik. “Sejak saat itu kami sadar bahwa virus Corona sudah ada di sekitar kami sehingga APD kami mulai dilengkapi, triase mulai diperketat, jam praktik para dokter dikurangi, akses masuk dan keluar hanya 1 pintu, pos screening dipindah mendekati gerbang, serta mulai dilakukan renovasi ruangan untuk menambah kapasitas dalam menangangi kasus Covid 19,” ujarnya.
Dokter Iin melanjutkan sejak pernyataan manajemen RSI Jakarta Pondok Kopi tentang pemberlakuan Pandemi, sejak saat itu pula dia dan semua rekan sesama nakes mulai banyak menghadap, memahami karakter orang-orang di sekitarnya yang muncul disaat situasi sulit ini. “Contohnya kami menghadapi beberapa pasien paranoid, emosional, merasa diri paling gawat sehingga membuat pernafasan sesak sampai pingsan,” imbuhnya.
Iin mengakui kecemasan juga melanda para tenaga medis sehingga ada yang mempengaruhi sikap-sikap mereka dalam bekerja. “Tapi ibarat musuh sudah didepan mata, tak ada waktu lagi untuk mengelak selain harus terus maju melayani. Kami pun menyerahkan permasalahan mental ini ke tingkat manajemen agar mendapat perhatian husus,” tegasnya.
Hingga kini di Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah (RSMA) yang terlibat aktif dalam merawat pasien Covid-19 tercatat 576 dokter, 2.496 perawat dan 1.815 petugas pelaksana administrasi wanita yang menjalankan pelayanan kepada para pasien.
Di aspek pencegahan Covid-19 ada para relawan wanita Muhammadiyah ada yang terlibat langsung dalam penyemprotan disinfektan baik di aset Muhammadiyah maupun tempat-tempat umum. Seperti yang dijalani oleh Dewi relawan asal Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Banten dan Winarni Santosa (Wiwin) dari MCCC Kabupaten Cilacap. Keduanya adalah relawan wanita yang tampak menggendong tangki disinfektan dan melakukan penyemprotan.
“Saya sudah lima kali melakukan penyemprotan disinfektan di berbagai tempat baik milik Persyarikatan Muhammadiyah maupun tempat umum,” kata Wiwin. Dia bersama rekan-rekannya sesama relawan wanita aktif di MDMC dan Aisyiyah Kabupaten Cilacap tepatnya di Cabang (Kecamatan) Sidareja. Wiwin mengungkapkan dirinya merasa terpanggil dan senang hati menjalankan tugas sebagai relawan meski harus menggendong tanki disinfektan.
Mulya Dewi, juga mengungkapkan hal yang sama. Dia menyampaikan sudah 80 tempat baik Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) maupun fasilitas publik yang mereka semprot. Dewi dan beberapa relawan Muhammadiyah lainnya sering bergabung pula dengan para petugas BPBD setempat.
Ditanya tentang pengalaman menyemprot yang berkesan Dewi mengatakan saat lakukan penyemprotan di sebuah perumahan di kawasan Poris Gaga, Batu Ceper, Kota Tangerang bersama dua orang relawan wanita Muhammadiyah lainnya, “Kami diberi bingkisan kenang-kenangan sebagai tanda terima kasih dan motivasi semangat untuk terus bergerak. Itu kami rasakan sebagai perhatian istimewa bagi kami yang bergerak karena kerelawanan ini,” katanya.
Masih banyak relawan wanita Muhammadiyah lainnya di berbagai level struktur mulai dari tingkat ranting hingga pusat di seluruh Indonesia yang terlibat aktif dalam upaya memerangi wabah Covid-19 ini. Mereka bergerak atas dasar kerelawanan dan kebersamaan berbekal pengalaman menjalankan organisasi selama ini, menjalankan semangat emansipasi yang disuarakan Kartini beberapa dekade silam. (*)
Budi Santoso, S.Psi.
Tim Media MCCC PP Muhammadiyah