SIMPANG RIMBA – Bangka Kota atau di kenal sebagai Kute merupakan sebuah desa yang secara administratif berada dalam lingkup kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan. Wilayah yang diklaim sebagai salah satu desa tertua di Pulau Bangka itu ternyata menyimpan berbagai misteri.
Mulai dari penamaan desa yang unik sampai dengan banyak di temukan makam-makam kuno yang mirip dengan makam-makam kuno di wilayah lain di pulau Sumatera seperti di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan sampai menjalar ke pulau Jawa.
Karena hal inilah, maka timbul pertanyakan, apakah dulunya desa Bangka Kota itu salah satu wilayah yang paling di perebutkan atau wilayah pengasingan atau justru memiliki pemerintahannya sendiri?.
Mengkaji mengenai hal itu sangatlah menarik, khususnya di Daerah Bangka Kota yang Memiliki pasir seperti pasir pantai dan di makam kuno terdapat batu karang berwana hitam padahal daerah ini sangat jauh dari Pantai atau Pesisir pantai.
Guna mengetahui kebenaran tersebut Hizbul Wathan Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung (Unmuh Babel), pada Sabtu (19/02/2022) mendatangi Desa Bangka Kota untuk Tadabur Alam dan Napak Tilas di Bangka Kota. Kegiatan ini bertujuan mengetahui sejarah atau peninggalan sejarah yang ada di Daerah Bangka Kota.
Sebelum ke lokasi Napak Tilas, Pandu Hizbul Wathan Unmuh Babel terlebih dahulu membaca literasi dan mengkaji tentang sejarah Bangka mengenai kerajaan yang masuk di Bangka Belitung, diantara yang dikaji adalah: Pertama, mengenai keberadaan Pulau Bangka yang memiliki pemerintahan bernama Kasultanan Bangka.
Pada tahun 1724-1851 Pulau Bangka di klaim memiliki pemerintahan sendiri yang bernama Kesultanan Bangka yang berpusat di Bangka Kota. Kesultanan tersebut dipimpin oleh Sultan Muhammad Ali yang di klaim sebagai Kakak dari Sultan Muhammad Bahauddin yaitu Sultan ke-6 dari Kesultanan Palembang Darussalam yang memerintah pada tahun 1776-1803 dan dia merupakan ayah dari Sultan Mahmud Badaruddin II.
Di bawah Pemerintahan Sultan Muhammad Ali (Kesultanan Bangka) dan Sultan Muhammad Bahauddin (Kesultanan Palembang Darussalam) inilah dipercaya menjadi masa keemasan kesultanan bangka dan kesultanan palembang Darussallam di berbagai bidang sehingga saat pemerintahan keduanya banyak sastra-sastra berkembang di bangsa melayu terutama pantun.
Kedua, Gugurnya Sultan Muhammad Ali di Bangka Kota dan misteri nisan makam yang mirip nisan makam Sultan Muhammad bahauddin.
Dari penjelasan yang di lansir dalam laman Wikipedia menjelaskan Sultan Muhammad Ali gugur dalam peperangan pada tahun 1851 melawan VOC dan jasadnya dimakamkan di desa Bangka Kota, sementara sultan Muhammad Bahauddin lebih dulu gugur dalam peperangan melawan VOC pada tahun 1803.
Saat ini makam dari Sultan Muhammad Bahauddin terletak di komplek makam kesultanan Palembang di kawasan 3 Ilir, Palembang, yang dibangunnya sendiri sebagai tempat pemakaman bagi dirinya, sanak keluarga, serta para pejabat tinggi kesultanan.
Sedangkan untuk keberadaan Makam Sultan Muhammad Ali dan kesultanan Bangka sendiri sampai saat ini belum bisa di buktikan karena tidak adanya bukti dan data yang valid. Namun jika menelisik bentuk makam yang ada di tengah pemukiman Masyarakat Desa Bangka Kota terlihat satu nisan makam yang mirip dengan nisan makam Sultan Muhammad Bahauddin Palembang.
Bapak Didit, salah satu masyarakat yang mengetahui sejarah makam di Bangka Kota mengatakan, bahwa daerah Bangka Kota terdapat banyak makam sejarah yang belum di ketahui, tetapi saat ini sudah di ketahui makan Syekh Syarif Abdul Rashed serta Makan Ratu Bagus atau Saripah.
“Masyarakat di Desa ini berharap sejarah makam yang ada di Bangka Kota ini dapat di Teliti secara kongkret tidak hanya cerita turun temurun,” kata Didit salah satu masyarakat yang diwawancai Pandu HW Unmuh Babel.
Atas kedatangan Pandu HW Unmuh Babel ini, Kepala Desa Kota Bangka mengaku sangat berterimakasih atas kunjungan Kader HW Unmuh Babel ke daerah Bangka Kota untuk melihat sejarah Bangka Kota salah satunya Makam kuno.
Kepala Desa Kota Bangka berharap, HW sebagai generasi penerus sangat wajib mengetahui sejarah yang ada di Kepulauan Bangka Belitung apalagi agenda hw napak tilas yg memiliki arti menelusuri bekas jejak perjuangan kerjaan zaman dahulu.
Sementara Ayunda Lili Febrianti, Pandu HW Unmuh Babel mengatakan, Napak Tilas yang dilaksanakan adalah upaya mengetahui sejarah dan jejak perjuangan orang-orang zaman dahulu.
Adapun Napak Tilas menelusuri makan syekh Syarif Abdul Rasheed yang berada di tengah-tengah hutan. Untuk menuju lokasi tersebut para peserta harus melalui alur sungai dan pasir putih kemudian di lanjutkan ke makam Ratu Bagus “Saripah” yang berkisar jarak 500 m.