Musyawarah Kafilah Penuntun Moh Djazman ke-13 telah usai, tugas selanjutnya adalah menjalankan amanah hasil permusyawaratan dengan baik dan maksimal.
Kafilah Penuntun Moh Djazman Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam usianya yang sudah menginjak remaja tentu perlu melakukan terobosan-terobosan baru untuk percepatan gerakan.
Pada kali ini, Hizbul Wathan UMS memantapkan dirinya sebagai Laboratorium Kepanduan, gambaran bahwa mereka siap mengabdikan pikiran dan kekuatannya untuk meracik ramuan terbaik dalam mewujudkan “The Real Scout and Islamic Scout”.
Menurut hasil permusyawaratan kali ini, tugas pimpinan HW UMS kedepan memang cukup kompleks. Selain mengkampanyekan isu-isu strategis perihal Climate Change, mereka juga perlu menjaga Scout supaya tetap berprinsip 3N (Non Government, Non Politics and Non Profit) dan membungkus setiap kegiatannya supaya menarik, menyenangkan serta menantang.
Dinamisasi Gerakan
Diksi ‘gerakan kepanduan’ yang digaungkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX memang tepat untuk digunakan. Kata gerakan mengandung makna bahwa kepanduan dalam arena kegiatannya harus dinamis menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, tidak boleh kaku, statis dan konservatif.
Kepanduan Hizbul Wathan yang sudah berusia satu abad lebih tentu pertanda bahwa Hizbul Wathan mampu menyesuaikan keadaan zaman. Perubahan beberapa kali dilakukan, baik perubahan model kepemimpinan sampai perubahan arah gerakan. Hizbul Wathan tidak anti dengan perubahan, asalkan tidak menghilangkan jati dirinya sebagai seorang Pandu Muhammadiyah.
HW UMS pada setiap permusyawaratannya selalu menghasilkan gagasan-gagasan baru untuk dijalankan. Membentuk Divisi dan Bina Karya Mandiri baru untuk memperluas ranah dakwah adalah bukti kemampuan literasi sosial yang dimiliki oleh mereka.
Mencoba berbagai macam model kepemimpinan satuan juga sudah dilewati oleh kafilah ini, mulai dari satuan yang bergabung antara putra dan putri sampai ke satuan terpisah.
Musyawarah ke-13 kali ini memperkenalkan Bina Karya Mandiri (BKM) baru, yaitu BKM Medical and Disaster Response sebagai bentuk pengabdian HW UMS di isu kesehatan dan Kebencanaan di Indonesia.
Selain itu, model kepemimpinan pada periode depan juga mengalami perubahan yang signifikan. Berbeda dengan empat periode sebelumnya yang menggunakan sistem satuan terpisah yang dipimpin oleh satu ketua kafilah putra dan satu ketua kafilah putri, kali ini HW UMS hanya cukup memilih satu ketua kafilah, baik putra maupun putri yang terpilih itu yang akan memimpin roda kepemimpinan.
Tentu hal ini sudah melewati analisis panjang para musyawirin yang hadir, keefektifan dan perampingan bagan struktural menjadi hal yang diperhatikan dalam keputusan ini.
Dalam perjalanannya HW UMS memang selalu dinamis, keputusan terbaik diambil dari analisis yang matang dengan menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan.
Sistem kepemimpinan hanyalah perihal bagan struktur, pada prakteknya baik putra maupun putri diberi kesempatan yang sama dalam mengasah skill dan leadership mereka. Dalam hal implementasi, kafilah ini lah yang terdepan dalam menghapuskan budaya patriarki di lapangan.
Menggunakan konsep dinamisasi Muhammadiyah, adapun dinamisasi yang dilakukan memang tidak lepas dari ajaran Islam, tetapi rincian aspek dan pengelolaannya diserahkan pada umat untuk berijtihad, sehingga lebih fleksibel dan leluasa. Pandangan tersebut merujuk pada salah satu hadits Nabi, “Antum ‘a’lamu bi umuri dunyakum”, yang artinya “kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu” (HR Muslim).
Prof Haedar Nashir pernah menyampaikan bahwa dalam urusan dinamisasi suatu organisasi ataupun aspek keduniaan lainnya sebenarnya hukum dasarnya banyak bolehnya daripada larangan. Sebaliknya dalam urusan ibadah banyak larangannya daripada bolehnya.
Dengan demikian jangan dibalik keduanya, urusan dunia menjadi banyak larangannya seperti urusan ibadah, sehingga dalam menghadapi persoalan-persoalan keduniaan menjadi kaku, rigid, hitam-putih dan doktrinal. Urusan dunia jangan menjadi serba mengandung prinsip padahal sejatinya banyak ranah cabang dan rantingnya, sehingga bersifat luwes dan luas, serta tidak sempit dan rumit.
Pandangan ini bukan berarti serba-boleh dalam arti sekuler, pragmatis dan oportunistik, tetapi menyangkut keluwesan dan keluasan aspek serta cara dalam menyikapi dan menjalankan urusan-urusan muamalah duniawiyah.
Musyawarah Kafilah ke-13 HW UMS sudah resmi ditutup, dinamisasi yang dilakukan adalah usaha mereka agar tidak tergerus oleh zaman. Segala keputusan diambil secara konstitusional dalam permusyawaratan tertinggi kafilah ini.
Selanjutnya kita perlu ikut serta mensukseskan Isu strategis yang diusung, serta mengawal Sistem kepemimpinan yang dijalankan supaya berjalan dengan baik. Fastabiqul Khairat ! Salam HW ! (*)
*Tulisan Oleh: Muhammad Arif Syaifudin