YOGYAKARTA – Berbicara mengenai Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) tidak bisa lepas dari Persyarikatan Muhammadiyah, tanpa Muhammadiyah tidak akan ada HW, karena antara keduanya Muhammadiyah dan HW adalah satu-kesatuan yang tak terpisahkan.
Pernyataan diatas disampaikan Ramanda Hadjam Murusdi, Ketua Kwartir Pusat Hizbul Wathan dalam Silaturahim Kafilah Penuntun Hizbul Wathan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dan Kafilah Penuntun Hizbul Wathan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), pada 27/11/2021) di Gedung K.H. Ibrahim E7 UMY.
“Hizbul Wathan is Muhammadiyah. Tidak akan pernah ada HW, tanpa Muhammadiyah karena keduanya adalah satu-kesatuan yang tak terpisahkan,” sebut Ramanda Hadjam dalam paparanya.
Ia menyebut, secara historis Kiai Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah dari firman Allah yang menceritakan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ketika Nabi Ismail menjelang dewasa atau remeja, Nabi Ibrahim memenuhi perintah Allah untuk akan menyembelih putra satu-satunya tersayang. Dan firman Allah SWT sangat jelas disampaikan kepada anaknya, tanggal itu terjadi pada 8 Dzulhijjah.
“Maka melalui ayat ini direnungkan oleh Kiai Dahlan betapa hebatnya nilai kualitas, akidah sebagai sebuah bentuk ujian dalam hidup dan kehidupannya atas perintah Allah, yaitu konsekuensinya mati,” paparnya.
Itu artinya, konsepsi mengenai ujian yang paling berat dalam hidup dan kehidupan adalah kematian. Hal itulah yang kemudian menjadi renungan bagi Kiai Dahlan, lalu muncullah upaya untuk membina suatu komunitas yang mempunyai nilai seperti kisah Nabi Ibrahim dan purtranya Nabi Ismail.
Kemudian ayat lain yang menginspirasi Kiai Dahlan adalah Ali Imran ayat 104. Lewat ayat ini, Kiai Dahlan berupaya membina suatu komunitas umat yang akidahnya luar biasa hebat seperti Nabi Ibrahim, dan Ismail itu hanya mungkin terjadi kalau ada komunitas, lembaga, yang berfungsi mengerjakan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
Sehingga 8 Dzulhijjah tahun 1330 H itulah untuk pertama kalinya secara formal Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah dengan tujuan ideal seperti firman Allah dalam Surat Ash-Shaffat, yaitu untuk mencipta manusia yang mempunyai konsepsi akidah yang sangat kuat.
“Apapun itu, ketika itu adalah perintah Allah, tidak ada kata lain. Sami’na Wa Atho’na. Kalau di Hizbul Wathan adalah siap melaksanakan tugas tanpa membantah,” kata Ramanda Hadjam.
Menurutnya, Muhammadiyah berdiri bukan hanya karena rame-rame tetapi ada nilai idealitas filosofis yang sangat mendalam, atas dasar kondisi seperti itulah Kiai Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah bertepatan hari itu 18 November 1912.
“Jadi Muhammadiyah berdiri bukan asal-asalan, tapi berdiri berdasarkan konsepsi nilai-nilai filosofis yang berkaitan dengan konsepsi akidah. Pun, didirikannya Muhammadiyah agar warga Muhammadiyah termasuk mahasiswa Umsida dengan HW, dan UMY dengan HW nya sebagai warga Muhammadiyah, dalam rangka menjalankan perintah Allah tidak ada kata lain Sami’na Wa Atho’na, sebagaimana Undang Undang Pandu HW yang kita baca harus dijalankan,” kata Ketua Kwartir Pusat HW yang mengkoordinir Penanggulangan Napza ini.